2025 - heartkokok

Selasa, Oktober 21, 2025

Asmaradhana
Oktober 21, 20250 Comments
"Menurutmu, cinta itu indah saat membara atau saat tenang?"


Kali ini, entah mengapa, ketenangan seakan menyusup ke dalam diriku. Sebuah rasa yang sedari lama tidak bisa kusapa, karena aku belum bisa merasakannya. 

Jika kulihat lagi, jatuh cintaku kali ini terasa berbeda. 

Seperti apa kiranya? 

Mungkin, kali ini aku tidak lagi tergesa, tidak lagi terburu, tidak lagi menuntut. 
Semuanya seolah diselimuti oleh begitu banyak ketenangan. 

Di dalamnya, tak ada lagi bara yang meletup-letup. Tapi anehnya, ia seakan terus menyala, menyisakan jutaan warna. 

Katanya, rasa seperti ini akan muncul saat kita berhenti mencari, dan memilih untuk melepaskan kemelekatan batin. 

Mungkin benar demikian. 
Aku tak pernah merasa khawatir saat belum ada kabar darimu. Aku tidak berusaha mengubahmu. Aku menghargai keputusanmu dan juga pilihanmu. 






Kali ini, aku menikmati setiap untaian doaku. 
Kadang kala, kudapati tetetasan air mata mengalir di pipi. 
Tangisan yang hadir bukan pertanda hatiku terluka, melainkan rindu yang sedang aku redam gejolaknya. 


Ada kalanya tak kupungkiri, letupan bara asmara hadir bak siang hari yang disinari mentari.  
Ia datang, namun perlu kuredam, agar nyalanya tak menghanguskan, agar letupannya tetap memelihara. 

Selebihnya, kubiarkan resah berubah menjadi doa panjang yang indah. 

Aku pun menyadari, untuk sampai di titik ini, bukanlah proses yang singkat. Ada proses pendewasaan untuk akhirnya aku memutuskan untuk merasa utuh. 
Namun aku berkomitmen juga, bahwa ke depannya selalu kubuka ruang untuk bertumbuh. 

Jatuh cintaku kali ini, bagai malam yang menentramkan. 
Di sana, ada tenang yang tidak bisa aku jelaskan. Seperti saat namamu kusebutkan dalam doaku. 

Aku sadar, jatuh cintaku kali ini, bukan lagi sekedar perihal dirimu yang kulangitkan, melainkan juga tentang usaha dan harapku, untuk menjadi versi terbaik dari diriku. 

Ada harapan yang tumbuh, untuk diriku dan dirimu yang sebelumnya telah utuh. 

Sedikit banyak, aku merasakan getaran yang tak padam namun egoku seakan sudah teredam. 

Aku pun sudah berdamai dengan waktu. 

Aku pelajari seperti alam semesta yang berkata, "semua ada waktunya", bahwa cinta yang benar tidak tergesa. 

Duhai, sungguh jatuh cintaku kali ini, aku benar-benar merasakan kedamaian yang sebelumnya belum pernah kurasakan. 

Timbul tanya dalam diriku, 

"Apakah ketenangan ini akhirnya bisa datang, disebabkan aku mencintai seseorang yang menenangkan, yang membuatku tidak mudah resah?"

"Akankah engkau menjadi jawaban atas untaian panjang doa-doaku selama ini?"

Untuk jatuh cintaku kali ini, tidak kudapati sebelumnya, kulihat ada yang berbeda darimu, tidak kutemui pada yang lain. 


Meski aku belum pernah benar-benar sampai padamu, 

Tapi, 

Kehadiranmu, membuatku merasa pulang. 



Kembali lagi, cinta yang bagaimanakah yang lebih indah? 

Mungkin, cinta yang paling indah adalah ketika 

"Ia cukup hangat untuk menghidupkan, ia cukup lembut untuk menenangkan".

Bak siang dan malam yang tak pernah saling menerkam. 



*Dalam Bahasa Sansakerta, secara harfiah, 'asmara' berarti cinta atau kasih, sedangkan 'dhana' berarti api atau nyala, sehingga asmaradhana bisa diartikan 'api cinta', atau 'nyala asmara'. 




Reading Time:

Rabu, Oktober 08, 2025

Mencintai Tanpa Melekat
Oktober 08, 20250 Comments
Erich Fromm berpesan, "Saya ingin orang yang saya cintai tumbuh dan berkembang demi dirinya sendiri, dan dengan caranya sendiri, bukan untuk tujuan melayani saya."

Nampaknya, yang sering disebut cinta dan keinginan untuk memiliki adalah sebuah hal yang patut dikoreksi. Karena pada dasarnya, mencintai adalah merelakan, melepaskan sebuah kemelekatan. 




Cinta yang memaksakan agar sesuatu itu seperti yang dieskpektasikan, hanyalah ego dengan dalih cinta. Terkadang, ego membuat kita merasa menjadi 'si paling'. Merasa paling berkorban, merasa paling diandalkan, dan paling bisa. Tanpa sadar, luka yang ada di diri kita sendiri, malah menjadi sebuah senjata yang melukai pasangan atau orang yang kita cinta. 



Cinta yang tulus dan ikhlas, ialah cinta yang lembut, dengan halus, dengan ketegasan dan keberanian, bahwa "Aku mencintaimu, aku mencintaimu karena ingin melihatmu berkembang dengan caramu sendiri, bukan karena aku ingin memilikimu, bukan karena kamu memenuhi kebutuhanku.".

Tidak bisa dipungkiri, kita ialah insan biasa, yang mendambakan kasih, mendambakan dukungan, dan tempat pulang. Tempat yang bisa membuat kita merasa aman, merasa tentram, dan damai. Karena dengan berada di sisi orang lain, itulah di saat kita bisa memberikan rasa saling. Saling jaga, saling cinta, dan saling ridho. (Eh, kok, jadi tepuk sakinah wkwk). 

Lho, tapi kan, artinya kita harus benar-benar menggenggam apa yang menurut kita berharga, kan? 

Also Read Love Can't Last 

Sedikit benar, bahwa kita pun perlu memiliki usaha untuk menjaga sebuah hubungan. Jika ingin terus tumbuh, maka perlu usaha untuk memupuknya dengan kasih sayang, senantiasa mengairi dengan pengorbanan, dan memberikan cukup ruang. Dengan begitu, genggaman kita tak serta merta membuat sebuah ruang yang penuh kekang. Tapi sebaliknya, memberikan ruang yang cukup untuk membiarkannya bertumbuh. Kita pun, dengan begitu, berlatih memberi dan mengikhlaskan. 

Sounds difficult, isn't

Tentu semua itu tidak mudah. Perlu ada seni dalam mempraktikkannya. 

Seperti halnya, untukmu yang ditakdirkan untukku. Aku harap, rasa cinta kita saling tumbuh karena rasa cinta yang besar kepada Sang Maha Pencipta. Kita ikatkan komitmen dalam bingkaian cinta kepada Sang Pemberi Cinta. 



Reading Time:

Selasa, Agustus 26, 2025

Sayap-Sayap Patah
Agustus 26, 20250 Comments

Tak ada kata yang mampu menyiratkan segala kecamuk, bahkan untuk pemilik pikiran itu sendiri. 

Berjuta-juta sel yang menyusunnya pun, tak mampu menerjamahkan, apa sebenarnya maksud yang ingin disampaikan. 


Barangkali,  itulah yang menjadikan setiap insan itu khas, berbeda satu sama lain. 

Bak bawang merah, manusia terdiri dari lapisan-lapisan misteri. 

Saat kita yakin sudah mencoba mengupas sedikit lapisan-lapisan tersebut, masih akan tersisa begitu banyak lapisan-lapisan lain. 

Akan ada hal baru, lagi, dan lagi. 


Seperti halnya saat kita mencoba benar-benar memahami sesorang, dengan waktu kita yang terbatas di dunia ini, tak akan pernah cukup untuk bisa benar-benar menafsirkan semua rasa, gelora, dan nestapa yang berada pada dirinya. 


Mungkin, memang bukan tugas kita untuk memahami setiap maksud yang ada pada setiap insan, di setiap tindakan, di setiap kejadian, pada saat itu juga. 



Dalam setiap lapisan, tersimpan rahasia luka, suka, dan duka. 


Setiap luka yang pernah mencabik hati, tak ubahnya sebuah sayatan kecil yang meninggalkan luka pada jiwa yang lembut itu. 


Namun, dari luka itu pulalah, kita dapat belajar berdamai, belajar menanggung perih, belajar makna resiliensi.  


Tuhan, izinkan aku tetap terbang, 

meski dengan luka, 

meski dengan kelemahan, 

meski dengan sayap yang patah


Reading Time:

Sabtu, Juli 05, 2025

Berisik
Juli 05, 20250 Comments


Ada dalam setiap lubuk hati yang kerap mempertanyakan 

Tentang riuh kepala dan hati yang gersang 
apakah setiap dikotomi antara ini dan itu akan memperoleh jawab yang jelas

Akhirnya ada tanya yang menautkan ke sebuah titik 
tidak ada puncaknya

Namun hanya menunjukkan satu dua titik 
jika kita meminta dan berpasrah
Ternyata semudah itu 

Ternyata genggaman terhadap apa yang kita riuhkan itu tak berbisik lagi 
Menyisakan ketenangan
Di sepertiga malam



Masjid Kampus UGM




















Reading Time:

Rabu, Februari 26, 2025

A Long Letter to a New Me
Februari 26, 20250 Comments

Sengaja buat judul blog ini dengan judul "A Long Letter to a New Me" , dengan harapan bahwa impian-impian ke depan agar terwujud satu persatu. (Nulisnya mungkin lama, awal tulisan dimulai dari awal bulan ini 🙇‍♀️) 

Kalau dipikir-pikir, kenapa ya aku tergugah menulis ini? Semoga dorongan ini memiliki energi yang cukup besar, seperti dunia paralel, ya. Dengan Butterfly effect paradoxnya. 


Harapannya juga bisa menjadi kapsul waktu yang mengabadikan momen-momen pendewasaan yang berkesan. Bagi diriku di masa depan, jika suatu saat nanti kamu membaca surat ini lagi, coba kasih tau ya, saat ini Gunung 3720 mdpl sedang buka jadwal pendakian atau enggak, karena itu merupakan impian dari dulu, yang semoga akan segera terwujud, meski tidak tau setelah surat ini ditulis, impian itu hanya terpendam atau sudah aku lakukan...

Sekarang ini aku sudah memasuki tahun baru dengan presiden baru, tapi masih dengan aku yang, sayangnya belum bertemu dengan suamiku 😂. Atau mungkin sudah pernah bertemu tapi belum bersatu? Entahlah. 


Maaf ya, nak, mungkin kamu harus sedikit lebih lama untuk lahir di dunia ini. Tapi ibu percaya, kalau rencana Allah jauh lebih indah. Tapi karena ibu ingin segera melihatmu di dunia, ibu selalu berharap untuk didekatkan segera dengan ayahmu. 

Tapi begitulah hidup, kita kerahkan usaha kita semaksimal mungkin, peluk impian kita, dan kita serahkan kepada sang Maha Kuasa. 


Demi Masa


Waktu berjalan begitu cepat, namun terkadang terasa sangat lambat. Beberapa hal sudah terlewati dan perlu dilepas. Melepaskan sesuatu yang belum sempat digenggam terasa lebih ringan. Karena pada dasarnya, genggaman yang terlalu erat dan membuat melekat membuat sakit, pada saat kita memendamnya, pun terlebih saat melepasnya. 

Hari-hari perlu kita lewati dengan berani. Meski demikian, ada titik tertentu saat ragu muncul, hingga langkah terhenti. Tapi harus diingat, meski kita sedang terhenti, waktu enggan menunggu, waktu terus berjalan. 


Sekelumit pikiran yang selalu berlalu lalang tanpa henti membuat segalanya terlihat begitu rumit. Seakan tidak ada jeda, bergemuruh dalam hati dan pikiran. Membuat ragapun akhirnya terkena imbasnya, mudah capek dan tak bersemangat. 

"Sepertinya aku harus lebih pandai mengatur riuh yang ada dalam pikiran, aku tidak mau terus menerus tenggelam dalam hal yang sebenarnya belum tentu terjadi,"

Jika kita terus berjuang mencari cahaya, lambat laun, cahaya akan memasuki tubuh. Dengan kedamaian yang aku rangkai dalam bercengkerama dengan Pencipta, perlahan, kedamaian tersebut seakan menyelimuti, walau hanya aku sisihkan sebentar waktuku untuk sang Pencipta. 

"Apakah tenang yang seperti ini, ya Allah?"

Harus kuakui bahwa, ketenangan dengan penerimaan takdir dan rasa syukur yang mendalam tidak bisa dideskripsikan dengan kata-kata. Rasa tenang yang selama ini selalu kita cari sampai menelusuri ujung bumi. Kita cari dengan berbagai bentuk kegiatan. Ternyata begitu dekat dengan kita. Bahwa Allah begitu dekat. 

"Tidak perlu risau, apa yang kita usahakan, apa yang kita harapkan, akan berujung indah pada waktunya"

Sungguh, butuh waktu yang tidak sebentar untuk benar-benar mengaplikasikan hal tersebut dengan baik. Bagai sebuah mata pisau, yang ada malah rasa malas karena tidak termotivasi, soalnya berpikir jika semua telah digariskan, namun sebetulnya kan, harus diperjuangkan dengan maksimal, baru setelah itu bertawakkal, bukan? Pelan-pelan, mari kita usahakan seperti itu, ya. 


Mengedepankan akhlak dan ilmu

Siapakah manusia favoritmu? 

Selama hidup ternyata aku jarang sekali mengidolakan penyanyi favorit atau artis favorit. Seringkali aku kagum kepada seseorang atau artis dalam sekian waktu, tapi nampaknya aku tak sampai benar-benar menjadi fans sejati. Tidak harus punya karyanya, tidak harus bertemu dengannya, atau sampai punya fandom.  

Setelah kutelisik, bukan aku yang tidak memiliki ambisi, nyatanya kalau aku sedang suka dengan mereka, akan kutelusuri karyanya, akan kubaca info tentangnya, dan akan aku ambil pelajaran yang bisa kupetik darinya, terkadang ada juga kok harapan untuk bertemu dengan mereka. Namun yang bisa aku ambil dari sikapku ini adalah, pembelajaran untuk "menyukai sesuatu dengan sekedarnya". 

Tapi, sebagai Muslim, manusia favoritku sepanjang waktu, dengan keinginan tinggi untuk bertemu, adalah Rasulullah SAW. Rasulullah diutus ke bumi untuk menjadi rahmat bagi semesta alam. Dan manusia favoritku tersebut juga ditugaskan untuk menyempurnakan akhlak. Saat kita berusaha untuk memiliki akhlak yang baik, ternyata jika aku sedang melakukan apa yang idolaku ajarkan. 

Karena untuk memiliki adab yang baik harus dengan ilmunya, maka akhlak dan ilmu sama-sama memiliki peran yang penting dalam kehidupan. Coba telaah, kan kita sebagai manusia memiliki banyak batasan dalam berbagai aspek kehidupan, seperti saat kita tidak bisa memilih siapa orang tua, tempat dilahirkan, rupa yang seperti apa, dan berbagai batasan lainnya; sehingga berbagai persoalan hidup tersebut  perlu bisa kita hadapi dengan emotional intelligence yang baik, adab yang baik, dan dengan ilmu. Atas izin Allah, berbagai persoalan hidup akan kita hadapi dengan tenang dan tak lupa mengambil pelajarannya. 


Rasa syukur adalah hal yang penting 

Pertama harus aku akui bahwa, penafsiran diri sendiri maupun orang yang kita mintai pendapat mengenai karunia dan nikmat yang telah Allah berikan terkadang salah. Beberapa contoh tidak perlu disebutkan, karena pasti ada titik dimana kita mempertanyakan, "mengapa aku, ya Allah?". Tidak jarang aku sendiri senang membanding-bandingkan dengan orang lain akan pencapaian yang mereka punya. Padahal, semua memiliki harga masing-masing. Ada sebuah perjuangan dan pengorbaan atas apa yang mereka dapat. Rasa syukur pun perlu ku gemborkan ke diri sendiri, karena apa? Karena akan ada banyak godaan yang terus menerus datang sehingga kita bisa kufur nikmat, karena setan tidak suka dengan manusia yang pandai bersyukur. 

"Syukuri apa yang sudah Allah berikan, semua orang memiliki bagiannya masing-masing, syukuri apa yang menjadi bagianku"

Meskipun saat bersyukur kita salah tafsir, contohnya saat kita tidak lolos sebuah pekerjaan, kita berpikir bahwa pekerjaan tersebut tidak baik untuk kita, ternyata tidak sepenuhnya seperti itu, siapa tahu bos pemilik usaha tersebut berdoa untuk dapat karyawan dengan spesifikasi tertentu dan memang kita belum mencapai kualifikasinya, tapi meski salah, toh benar kok, kalau memang rezekinya, kalau memang terbaik untuk kita, pekerjaan tersebut akan kita miliki. Sekali lagi perlu kuingat bahwa, 'takdir terbaik adalah yang telah kita alami'. Harus diingat ya, perlu banyak bersyukur dan belajar dari surah Ar-Rahman. 

Nikmati hidup dengan penuh tanggung jawab. 


Perbaiki solatmu 

Keteguhan iman ternyata memang perlu selalu dijaga. Satu ibadah wajib yang memiliki kekuatan ini perlu sekali aku latih terus menerus tanpa berhenti. Sebagai tiang agama, aku bersyukur bahwa sedari kecil sudah diajarkan untuk mendirikan solat. 

Tau gak diriku yang di masa lalu? Terimakasih karena tidak pernah berhenti. Aku tahu, terkadang kita mempertanyakan ke diri sendiri bahwa, apakah solatku yang masih belum ssempurna ini akan diterima oleh Allah? Akankah aku bertambah pahalanya? 

Nyatanya, tidak ada yang sia-sia. Solat itu sendiri sudah merupakan sebuah wujud kehambaan. Betapa bahagianya kita, karena Allah telah mudahkan untuk menikmati setiap sujud kita. Sujud yang nantinya akan menjadi kenangan paling manis. Sujud yang memiliki makna yang sangat dalam. Ialah bukti ketundukan, kepada sang Maha Pencipta. 


Growth Mindset

Aku tahu, setiap diri kita mengingankan perubahan ke arah yang lebih baik. Tidak dipungkiri, kita pun akan menapaki setiap tangga dengan setiap jalan yang berliku. Akan ada masa dimana kita merasakan keterlambatan, dimana kita merasakan semuanya begitu cepat berlalu. Atau malah sebaliknya? Kita merasakan kenyamanan atas apa yang sudah kita miliki. 

Aku pun juga seringkali begitu, rasanya ingin punya uang banyak, pergi keliling kota, bahkan luar negeri, dan mencoba merasakan studi di tempat yang prestise. Namun, apa? Ada kalanya, aku terlalu takut untuk melangkah. Aku terlalu takut untuk bisa melepaskan kenyamanan yang sekarang ini aku miliki.

Meski di sisi lain, ada hasrat yang terbendung dalam diri, jika ada banyak kesempatan yang masih terbuka lebar. Ketakutan ternyata menjadi salah satu penghambat. Di sini, diperlukan kendali agar kita bisa menimbang, kapan waktu yang baik untuk melangkah, untuk mundur, atau untuk istirahat. Tapi yang harus terus ditanamkan dalam hati adalah kekuatan dan kemauan untuk terus bertumbuh. 



To be continued... つづく



Reading Time:

@way2themes