Minggu, Maret 12, 2017
If I can Give it to You, Sister
Mengejar cita- cita yang tinggi bukanlah hal
yang mudah, apalagi bagi kalangan ekonomi menengah ke bawah. Memang bukan sesuatu
hal yang mustahil, namun diperlukan kerja keras. Seperti diriku yang dilahirkan
menjadi anak seorang petani. Walaupun begitu kenyataannya, aku tetap bangga
dengan kedua orang tuaku. Sehingga seringkali aku harus belajar lebih giat dari
yang lain untuk mendapatkan beasiswa. Masih tersirat paradigma yang tidak baik
mengenai perguruan tinggi dan jurusan tertentu dari sudut pandang keluarga
besarku. Setelah mendaftar menjadi mahasiswa kedokteran hewan, beberapa
keluargaku masih terus mempertanyakan mengapa aku memilih jurusan tersebut.
Kujawab dengan yakin disertai dengan berbagai alasan. Sampai akhirnya pikiran
terasa begitu berat ketika muncul pertanyaan “Orang tuamu sudah tua, nanti yang
membiayai kamu siapa?”
Di sisi lain, aku mendapatkan semangat dari
kakakku mengenai hal ini. Masih terus terbenam di pikiranku perkataannya bahwa
diriku tidak boleh menyerah hanya dengan perkataan seperti itu. Memang watakku
yang juga keras kepala ini terus membiarkan aku tetap berjalan dan menjemput
cita-cita. Berbekal beasiswa dari pemerintah, gadis dari kota kecil Ungaran
berani merantau lagi ke Bogor. Sebetulnya masa sekolah menengahku juga mendapatkan
bantuan pendidikan di Bogor. Lama-kelamaan setelah berada di bangku
perkuliahan, aku mulai sadar bahwa beasiswa pun sebenarnya tidak mencukupi.
Banyak keperluan tambahan yang harus dibeli. Pada akhirnya kakakkulah yang
menambal biaya ini itu tersebut.
Ia bukanlah seseorang yang bekerja di kantor swasta
atau di pemerintahan. Ia merupakan seorang buruh pabrik yang harus kerja dari pagi
hingga malam. Menguras keringatnya demi upah yang masih jauh dibanding mereka
yang hanya bekerja hingga sore. Kakakku nomor dua tersebut sering sekali membantu
dalam banyak hal. Tidak hanya untukku pribadi saja namun untuk adikku yang
masih di sekolah dasar. Setiap bulan ia membelanjakan hasil jerih payahnya
selama kerja dengan barang-barang kebutuhan bulanan. Malah aku sering sekali
dikirim uang bulanan. Kakakku yang berwatak tegas ini terus memperingatkan aku
agar mendapatkan IP yang bagus. Sehingga aku terus diancam oleh dia bahwa
apabila nilaiku turun, maka aku harus mendapatkan hukuman, yaitu uang saku yang
dikurangi.
Masalah lain yang ada di rumah membuatku merasa
tidak enak. Di rumah, terkadang ibukku sering meminta kakakku untuk memberikan
uang saku juga kepada adikku. Terkadang untuk membeli belanja untuk memasak di
hari itu. Padahal, dia saja sudah membantu banyak untuk diriku sehingga masih
bisa terus berkuliah hingga sekarang. Aku menjadi berpikir lagi dan terus
mempertanyakan kepada diriku bahwa aku harus segara menjadi mandiri. Namun,
menempuh pendidikan sebagai dokter hewan memakan waktu yang lumayan lama, yaitu
minimal enam tahun untuk mendapatkan gelar dokter hewan.
Suatu waktu, kakakku membeli sebuah kamera
DSLR. Kamera tersebut merupakan sebuah hal yang mewah bagi keluarga kami. Namun,
ternyata dengan penuh kaget dan gembira, kakakku memberikanku kamera tersebut
untuk dibawa ke Bogor. Walaupun masih tidak pintar dalam menggunakannya, tetapi
ternyata akulah yang paling cepat bisa menggunakannya dibandingkan
keluargaku.hehe. Beberapa saat setelahnya, iseng- iseng aku mengikuti sebuah
lomba kecil di asrama dan memenangkan juara dua. Karena merasa hasil jepretanku
tidak terlalu bagus, namun aku beruntung mendapatkan juara tersebut.
Memori- memori indah yang tercipta dari
jepretan kamera tersebut ternyata tidak berakhir lama. Sewaktu aku pulang ke
rumah, aku membawa kamera tersebut. Hal tersebut merupakan sesuatu yang wajar
karena aku takut jika ditinggal di kos akan sangat berbahaya. Sehingga apabila
aku pulang ke rumah aku akan selalu membawanya bersamaku serta membawanya
kembali lagi ke Bogor. Akan tetapi karena tiba- tiba aku merasa tidak enak
membawa kamera tersebut kembali ke Bogor, dan merasa kesusahan untuk membawanya
kembali, aku membiarkannya di rumah. Namun, setelah beberapa hari kepulanganku
ke Bogor, aku mendapat kabar bahwa kamera tersebut telah hilang karena
dimaling.
Sontak aku shock
mendengar kabar tersebut. Terakhir kakakku menelfon dengan suara sedih. Aku
dapat merasakan kehilangan yang mendalam dengan hal tersebut. Kamera tersebut
bukanlah hal yang murah dan mudah untuk dibeli kembali. Aku sangat menyesal
dengan hal tersebut. Tanpa bisa disangkal lagi, kakakku telah berkorban banyak.
Ia telah menjadi bagian dari masa depanku. Ia merupakan kakak sekaligus
malaikat yang membantuku untuk menghadapi hidup. Aku sangat menyayanginya. Aku untuk
hal ini sangat menyesali diriku sendiri.
Ingin sekali aku mengganti kamera tersebut. Meskipun
aku tahu bahwa kemarahan kakakku akan kehilangan kamera tersebut tidak akan
bertahan lama, tapi tetap saja. Ia akan terus mengingat itu. Setelah ku cari-
cari lagi di http://www.elevenia.co.id/prd-nikon-d3200-kit-18-55mm-vr-ii-free-tas-slr-sdhc-8gb-5897704,
aku ingin membelinya di Elevenia. Namun, yang dapat aku lakukan sekarang hanya
berdoa agar keinginanku tersebut dapat terkabul. Mungkin sekarang juga
merupakan suatu pengalaman buatku agar di kemudian hari tidak mengecewakan
kakakku dan keluargaku. Aku harus sukses dan menjadi seorang dokter hewan yang
berguna bagi lingkungan dan masyarakat sekitar. “Jika kalian berbuat baik, sesungguhnya kalian berbuat baik bagi diri kalian sendiri” (QS. Al-Isra:7)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
A word from you is a gift for me...