Kamis, Juni 25, 2020
Curhatan Seorang Laporan
Laporan sedang bersedih. Tubuhnya meringkuk. Mukanya kusut. Mulutnya pun cemberut.
Pikirannya berkelabut seperti suasana hatinya yang sedang remuk. Saat ini ia selalu mudah marah. Beda dengan biasanya. Ia selalu ceria, penuh dengan tawa.
Kali ini, Laporan pun enggan menyentuh buku. Biasanya setiap pagi diseduhnya kopi untuk menemaninya membaca buku.
Pisang goreng yang disediakan di meja juga tidak berhasil merayunya.
Laporan tidak mau membuka gawai. Ia takut, jika bisa-bisa suasana hatinya semakin kacau.
" Wahai Laporan. Apakah kamu mau terus-menerus seperti ini?", Tanya Pena Ajaib.
Didiamkannya Pena Ajaib selama berjam-jam. Tak satu katapun ia jawab pertanyaan Pena Ajaib, sahabat sejatinya itu.
Berkali-kali Laporan mencoba berteriak. Namun tak ada suara yang terdengar. Hanya urat-urat di lehernya yang terlihat membesar mengikuti mulutnya yang menganga.
Lantai di sekitar Laporan pun kering. Tidak ada satupun peluh yang menetes. Tidak ada keringat yang bercucuran. Meski seharian ini sangat panas.
"Laporan, sekarang jawab aku. Sebenarnya ada apa gerangan yang membuatmu murung seperti ini? Jika kamu tetap seperti ini, apa gunanya jutaan buku yang sudah kau kuasai? Apa gunanya semua senyum yang kau pancarkan? Apa gunanya air mata yang kau tumpahkan hanya untuk mengasihani seseorang yang kamu sayang?", Teriak Pena Ajaib.
"Betul, semua yang kamu lakukakan tidak akan sia-sia. Tapi apa gunanya jika semua hal yang telah kamu perjuangkan tidak memiliki pengaruh yang baik terhadap dirimu sendiri?"
"Contohlah bulan..."
Omongan Pena ajaib dihentikan Laporan. Pena Ajaib senang karena setidaknya ia sudah mau mulai bicara.
"Tunggu, dari berjuta-juta buku yang aku baca. Aku tidak pernah dilarang untuk bersedih. Lantas kenapa kamu melarangku?", Sela Laporan.
"Bagaimana tidak kularang, sedihmu itu sudah sangat keterlaluan. Kamu memang wajar untuk bersedih. Tapi bukan seperti ini caranya. Lihatlah di luar sana, teman-temanmu semakin tinggi. Meraih banyak mimpi. Walau sebelumnya ia dirobek-robek, dicampakkan, bahkan dibuang percuma"
Laporan menjawab dengan nada tinggi, "Aku sangat marah dengan semua orang. Kenapa mereka suka sambat. Suka ngatain kalau aku ini biang masalah. Aku mencoba membantu mereka semampuku. Mereka selalu saja memaki-maki tanpa mengetahui perasaanku. Bahkan mereka pun mencoba mengancamku. Jika seandainya saja aku ini tidak ada. Lalu sekarang apa gunanya aku ada? Toh mereka pun tetap dan akan seperti itu. Susah untuk mengubah tabiat mereka."
Laporan mulai meneteskan air mata, kali ini lantai yang semula kering mulai basah. Dan semakin basah dibanjiri air mata.
"Baiklah, aku mengerti perasaanmu. Sekarang kamu sudah lega, bukan?"
Pena Ajaib menambahkan, "Bukannya aku ingin mencoba mengguri, tapi kamu tidak perlu risau dengan semua hal yang mereka ucapkan. Cukup cerna, dan ambil yang bisa kamu jadikan hikmah. Karena pada dasarnya, kamu punya andil besar untuk itu. Kamu yang yang mengatur perasaanmu. Kamu yang dapat menentukan mau bahagia, atau terus-menerus sedih. Dan kamu telah banyak berguna."
Laporan kebingungan, "Berguna seperti apa?
Pena Ajaib tertawa, "Hahahaha. Bagaimana bisa kamu tidak mengetahui bahwa dirimu berharga. Memang terkadang kita seperti itu. Merasa kalau diri kita kurang berharga, tidak berguna. Padahal tidak melulu hal tersebut selalu berkaitan dengan hal yang besar. Bahkan Tuhan pun menjanjikan membalas kebaikan kita walau sebesar biji sawi. Coba bayangkan, biji sawi!! Jadi kamu tidak perlu bersedih, karena kamu tahu kalau kamu itu berguna. Meski tidak semua orang memberi penghargaan kepadamu. Atau sekedar berterima kasih kepadamu. "
Terlihat wajah Laporan yang kembali ceria. Dilahapnya pisang goreng yang sudah dingin itu. Segelas kopi dingin dihabiskan dalam seteguk.
"Pena Ajaib, kamu memang sahabat terbaikku. Kamu mau menunjukkanku jalan yang benar, tidak langsung memarahiku tanpa sebab. Dan yang terpenting tidak begitu saja meninggalkanku."
Pena Ajaib tersipu, "Hahaha bagaimana bisa aku berpikir seperti itu. Kamu adalah seseorang yang mau berada di dekatku, dari sekian banyak orang yang ada. Dan aku melihat kegigihanmu. Aku mengagumi semua itu. Walau begitu, aku tahu kamu pun sama seperti yang lain, punya kekurangan. Buat apa aku mencari seseorang yang sempurna?"
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
A word from you is a gift for me...