September 2021 - heartkokok

Selasa, September 28, 2021

Romansa Fiksi Sejarah
September 28, 20210 Comments

Beberapa tahun belakangan ini aku terus-menerus mendapatkan asupan romansa fiksi sejarah. Sesaat setelah selesai membaca suatu buku, tak lama kemudian tiba-tiba muncul rekomendasi novel yang serupa. Ada yang sengaja kucari ada yang tidak.


Yaps, ketertarikan diriku akan dunia sejarah bukan tanpa alasan. Aku beruntung, semasa sma mendapatkan guru sejarah yang memang ahli di bidangnya. Metode mengajarnya pun bukan hanya dari buku paket. Lebih dari itu, beliau banyak sekali mengajar yang selama ini tidak aku temukan di buku paket yang biasa kita dapatkan di perpus sekolah. 

Walhasil, em meski tetap mengantuk sih hehe, tapi aku menemukan sebuah makna mendalam, bahwa kejadian yang sebenarnya menimpa Indonesia dulu, tidak sesedarhana yang selama ini diperlihatkan. Bukan hanya hitam ataupun putih, tentang perkara baik maupun jahat. Buktinya, banyak pahlawan, peristiwa, dan perjuangan yang tidak tercatatkan dalam sejarah tapi sebenarnya ada. Dan yang paling disayangkan adalah, seseorang menjadi tidak baik karena perspektif yang disajikan tidak satupun menengok mereka.




Padahal sejarah bukanlah aib yang harus ditutupi, karena aku percaya kebenaran akan terungkap dengan sendirinya. Baru-baru ini bermunculan pula novel, meskipun fiksi tapi menyinggung kejadian sejarah yang sebenarnya. Sebuah cerita yang menyingkap tabir. Seperti yang para penulis kemas dengan indah, dengan berbalut romansa. Dan yang semakin membuat kita bangga adalah, banyak generasi bangsa yang mengangkatnya menjadi komik yang ada di kanal Webtoon. Tidak lain tidak bukan adalah menyesuaikan dengan perkembangan zaman.

Berbicara tentang itu, beberapa novel dari penulis yang aku kagumi adalah berikut ini,

1. Bumi Manusia

Aku yakin sekali banyak yang sudah mengenal Pram penulis novel ini. Novel ini pun sudah diangkat menjadi filmnya, hehe tapi aku belum sempat menonton sih. Novel setebal 354 halaman ini cocok dibaca genarasi muda seperti kita (15+). Kita tidak akan dibuat bosan, karena Pak Pram membalut novel ini dengan kisah romansa. Novel ini pun mendapat banyak penghargaan dan telah diterjemahkan dalam berbagai bahasa, jadi kalau yang mau mendapatkan sinopsisnya gampang sekali untuk ditemukan. Ngomong-omong, Pak Pram merupakan mantan tahanan Pulau Buru. Meski begitu, penyiksaan yang didapatnya membuatnya tidak mematahkan kemampuannya dalam menulis, novel ini pun terkenal sebagai Tetralogi Pulau Buru.

 

sumber: goodreads

2. Webtoon A Tempo Doeloe Story

Kyaa.. komik yang ada di webtoon banyaak sekali, baru-baru ini pun komik lokal yang kualitasnya ciamik semakin banyak bermunculan. Salah satunya adalah komik fiksi sejarah yang dibuat oleh A. Pradipta. Berlatar waktu di era transisi, masa sebelum, sesaat dan setelah merdeka ini tentu unik, karena tak banyak yang mengambil kisahnya. Meski fiksi, belajar sejarah di komik ini tentu lebih menarik kan, tidak membuat tertidur. Mengangkat kisah Tirto, Pertiwi, Sam, dan Jan, penulis mampu membuat tempo dulu benar-benar tidak hanya berkisah hitam dan putih saja. Ada banyak warna kehidupan yang menerangi masa itu. Pun komik ini tidak main-main lho, ngga ngasal, karena penulis melakukan riset dahulu. Bisa dikunjungi dari tautan berikut.  

Poster Webtoon A Tempo Doeloe Story

3. Novel Laut Bercerita

Berkisah mengenai peristiwa tahun ’98, novel apik karya Leila S. Chudori ini begitu dalam. Memikat siapa saja yang membacanya. Kita diajak mengunjungi relung waktu yang terjadi pada masa itu. Banyak kisah yang diambil dari para saksi, para keluarga korban, dan benar sekali, menggambarkan fiksi dalam balutan sejarah disertai romansanya. Lebih dari itu, kisah yang ada menceritakan kepada kita bahwa negara ini pernah dikuasai oleh rezim yang kejam. Novel ini begitu tragis tapi begitu menginspirasi. Tidak hanya novel ini, aku pun cukup jatuh cinta dengan tulisan-tulisan beliau yang lain. Seperti Novel Pulang dan 9 dari Nadira. 

Sumber: goodreads


Tidak hanya ketiga karya yang aku kagumi tersebut. Tetapi banyak lagi karya yang sudah memperkenalkan aku ke dunia yang tidak dapat aku lihat. Para penulis membawa aku melihat dunia sejarah, yang tidak dikisahkan. Penulis membawa karakter-karakter yang menorehkan beberapa makna kehidupan, tentang bertahan, perjuangan, romansa, pengkhianatan, dan rasa cinta tanah air. Benar adanya, selimut tebal yang digunakan untuk menutupi kejahatan dan kebengisan kemanusiaan, lama kelamaan akan tersibak dengan sendirinya. Pun banyak hal yang diajarkan kepada kita, telah hilang esensinya, karena sejarah bukanlah hanya sebuah kisah hitam dan putih, sejarah manusia di bumi ini seperti pelangi, berwarna-warni dan penuh makna.


Coba yuk, mulai sedikit mencintai budaya dan sejarah bangsa kita. Bisa juga coba tengok novel Amba oleh Laksmi Pamuntjak atau Gadis Kretek oleh Ratih Kumala, cerpen-cerpen Putu Wijaya, Novel atau cerpen Okki Maddasari, daaan masiih banyak lagi. 

 

Reading Time:

Senin, September 20, 2021

Membaca Menjadi Sebuah Kebutuhan
September 20, 20210 Comments
Siapa bilang membaca buku dilakukan sebatas sebagai sebuah hobi?


Pernah waktu itu aku berpikir jika membaca buku, novel, bahkan sekarang komik elektronik, bukan merupakan sebuah hobi.

Ha..ha..ha.. Aku sempat berpikiran seperti itu karena, ya semua orang bukannya bisa dengan mudah melakukannya? Bukankah membaca menjadi kebutuhan semua orang?



Ternyata, tidak mudah lho memiliki komitmen kuat untuk membaca secara rutin. Banyak yang masih beranggapan bahwa menghabiskan waktu dengan membaca adalah suatu hal yang membosankan. Bahkan nih ya, sampai di beberapa kolom komentar orang dapat dengan mudah melontarkan pertanyaan atau kritikan yang nggak nyambung, ya karena tidak membaca dulu tulisannya. Hihi.


Saat itu tanggal 9 September, kebetulan sebuah akun sosial media yang aku ikuti meminta untuk melihat buku yang sedang dibaca pada baris ke 9 halaman 19. Aku menemukan kata, Not much that she wanted to remember dari buku Looking for Alaska karya John Green.

Satu bulan penuh selama Agustus hingga awal September, aku memiliki kesempatan cukup kesempatan untuk membaca lebih banyak dari yang biasanya. Membaca apapun itu, di luar konteks yang tidak berhubungan langsung dengan dunia pekerjaan. Misalnya saja novel, komik webtoon, puisi, atau buku penyejuk jiwa.


Sebenarnya tidak susah untuk menjadikan membaca sebagai hobi. Menurutku, bacaan apapun itu (dalam konteks positif) baik. Ada yang suka novel berjenis teenlit, thriller, romans, sejarah, aksi dan berbagai jenis lainnya. Tidak apa-apa kok walau sudah dewasa masih suka bacaan petualangan anak kecil ataupun masih suka teenlit. Hehe. Asalkan tidak berhenti untuk membaca, ya kan?


Kalau sudah suka baca, bisa juga ditambah dengan mengikuti akun sosial media yang berhubungan dengan itu. Banyak akun toko buku dan akun selebgram juga lho yang turut mempromosikan kegemaran membaca sekaligus memberikan rekomendasi bacaan. Hitung-hitung sebagai ajang motivasi atau tambah teman.






Membaca membuat aku memiliki banyak sekali teman. Meski teman tersebut mungkin hanya ada dalam dunia fiksi. Aku mengenal karakter mereka. Sedikit demi sedikit memahami tindakan mereka. Berkeliling di berbagai belahan tempat.


Membaca membuatku lebih dapat memahami berbagai karakter. Memahami alasan orang-orang melakukan berbagai tindakan, walaupun tetap tidak membenarkan pelaku kejahatan. Memahami karakter berbudaya.


Bahkan, membaca membuatku paham bahwa tidak selamanya yang aku anggap benar adalah benar. karena kalau kata Minke di Novel Bumi Manusia, "Kan baik belum tentu benar juga belum tentu tepat. Malah bisa salah pada waktu dan tempat yang tidak cocok".

"Benarmu bisa jadi hanyalah suara egomu", tambah Gus Mus dari suatu bacaan yang aku baca.


Membaca pun menghiburku dengan berbagai kata indah, "Mendidik diri untuk menjaga jarak dengan orang lain, dan juga untuk menjaga jarak dengan kata-kata yang sewaktu-waktu bisa berkhianat." - Novel Amba, Laksmi Pamuntjak

Membaca juga mengantarkanku pada dunia yang lebih besar dari saat ini, yakni dunia penuh imaji. Menghadirkan kepada diri,, bahwa keajaiban demi keajaiban yang terjadi penuh dengan misteri. Meski ya, kita tahu bahwa imajinasi yang berlebihan, seperti adanya 'magic' atau sulap, tidak bisa kita dapati di dunia kenyataan. Tapi bukankah menakjubkan, jika kita sempat merasakannya meski dalam bacaan. Dan ternyata di kehidupan nyata, menakjubkan kalau kita harus menungkap sebuah misteri, bukan?





Reading Time:

Rabu, September 15, 2021

Berhenti Sejenak
September 15, 20210 Comments

Kadangkala, istirahat dari kebisingan dapat membuat kita menikmati keindahan dari keheningan 

Saat semangat sedang membara, seringkali diri abai terhadap apa yang seharusnya diperhatikan. Benarkah begitu? 


Aku tidak tahu bagaimana respon tiap individu saat sedang ada di titik yang membuat kita menjadi terpaksa untuk berhenti sejenak. Menurutku saat-saat tersebut sedikit membuat kaget. Yang bisa saja membuat diri lebih takut untuk memulai kembali. 

Menjadi sibuk kadangkala membuat diri terkekang oleh aktivitas yang melelahkan bagi tubuh dan pikiran. Mungkin tubuh masih kuat tapi otak sudah lelah, pun sebaliknya saat otak masih dapat digunakan berpikir dengan baik tapi tubuh sudah tidak kuat. Berbagai keadaan bisa saja terjadi. 


Aktivitas sehari-hari dipenuhi dengan telepon genggam atau hape yang dari bangun tidur hingga tidur kembali. Memang tidak dapat disangkal, bahwa semua tugas, jadwal, pesan, hingga hiburan bisa diakses menggunakan teknologi ini. Haha... Pernah juga, kan ngerasa aneh kalau tidak megang 'jimat',yang dimiliki tiap orang ini? 


Saat berhenti sejenak, aku melepaskan diri dari media sosial, yang menurutku menghabiskan lebih dari 50% waktuku megang hape. Meski bukan sepenuhnya aku gunakan interaksi dengan orang lain, tapi informasi yang aku perlukan, bahkan rekomendasi buku yang hendak aku baca aku dapatkan dari sana. 

Saat membiarkannya sebentar saja, ehm.. mungkin selama lebih dari satu bulan ini aku berjalan dengan sangat pelan. Memang sih, tidak melepaskan sosial media secara total, tapi aku merasakan adanya perbedaan.


Aku memahami makna yang jauh berbeda dibandingkan
 jika aku terus memegang hape tanpa henti.

 

Sebenarnya awalnya aku sedikit uring-uringan. Pertama karena merasa apa yang aku rancang tidak berjalan seperti yang aku harapkan. Aku pun merasa sedikit tertekan tatkala keadaan sekitar tidak mendukung. Bahkan merasa bimbang saat tidak tahu langkah yang harus dikerjakan. 



Namun, nggak apa-apa kok jika saat ini masih belum dapat melakukan
seperti yang orang lain sudah lakukan.

Aku belajar mencintai keheningan. Hehe bukan keheningan karena pertapaan seperti yang dibayangkan. Cukup dengan keluar dari hiruk pikuk kota besar yang penuh akan hingar bingar. Dan mungkin tak sedikit yang juga merasakannya saat pandemi berlangsung, kan? Ya, kira-kira seperti itulah. 


Karena aku hidup di sebuah perkampungan yang terletak di Ungaran, maka ceritaku akan bersinggungan dengan suasana di sini. 



Hidup di sebuah desa yang tidak terlalu dingin, tapi kalau malam lumayan berhawa dingin, kalau siang lumayan panas. Kalau hujan bisa berubah jadi sangat dingin. Ditemani pemandangan gunung yang dapat dilihat dari depan rumah. Serta ayam kampung yang dilepasliarkan. Kokok ayam jantan saat fajar menjelma. Dikelilingi dengan sawah dan kebun yang sekarang sudah banyak digantikan perumahan. Suara serangga, anak-anak bermain, orang-orang yang bersenda gurau hingga berteriak dari bertengkar pun dapat terdengar dengan jelas. 


Aku merasa dapat menyerap energi-energi positif dan mengeluarkan energi negatif yang menyelimuti tubuh. Meski kadang bergejolak dengan marah, sedih, tertawa, tapi aku merasa ada sesuatu yang terpendam jauh di dalam sana dapat keluar. Aku pun menjadi lebih lega. 


Aku pun semoga tersadar, bahwa tidak mengapa jika butuh waktu untuk berhenti sejenak, untuk mengistirahatkan diri, lantas memulai kembali meneruskan langkah yang sempat terhenti dengan membawa semangat yang baru. 













Reading Time:

Rabu, September 01, 2021

Cerita Ayam (bukan) Heartkokok
September 01, 20210 Comments

Ayam kecil itu seperti kucing, masuk dan keluar rumah dengan sesuka hati


Saat pertama kali pandemi aku memutuskan untuk memelihara ayam buras (alias ayam kampung). Hitung-hitung untuk menambah kegiatan, bukan untukku tapi untuk adekku .  He..he .. 


Ayam tersebut dibeli di pasar hewan Pon, Ambara. Sekitar 12 ekor kalau tidak salah. Karena posisiku masih kuliah di Bogor, aku tidak terlalu banyak melihat perkembangannya (cielah kaya anak aja). Dan kalau ga salah di hari Lebaran, ehm ayam tersebut sudah cukup dewasa untuk dikurbankan (huhu agak sedih sih). 

Sekarang ayamku tinggal Satu Pasang Pasutri (duh tapi ga kunjung mengerami juga wkwk). Satu ekor betina yg namanya Saiko (ya memang seperti yang kamu pikirkan dia memang phsycho alias tingkahnya rada-rada dari kecil). Dan yang terakhir tambahan si Minul kecil. 

Minul ini unyu sekali. Dia adalah ayam broiler. Tahu kan ayam broiler yg pada mulanya dibeli karena diwarnai dengan berbagai warna oleh penjualnya. Yang sebenarnya merupakan ayam DOC (day old chick) afkir. Bisa jadi karena diprediksi perkembangannya buruk, tidak sesuai standar, atau karena stok DOC yg berlebihan atau mungkin alasan lainnya. 

Pada perkembangannya Minul tumbuh menjadi ayam kecil yang warna bulunya kembali seperti semula. Putih, bersih, tak sembarang bersih. Jadikan yang putih tetap putih. (Loh kok kaya narasi iklan sih hehe). 

Meski aku dokhe, emang ga jamin juga sih, kelakuan ayamku aneh-aneh. Malah karena dokhe jadi aneh kali ya? Haha.. 

Ayam Pasutri tidak kunjung bertelur dan mengeram sehingga berkembang biak. Meski setiap hari mereka ditempatkan di kandang yang sama. 

Si Saiko juga sangat aneh kelakuannya. Dari kecil dia ini berbeda dari saudara-saudaranya. Dia kelakuannya aneh. Dan tentu tidak bisa disatukan dengan saudara-saudaranya yang lain. Berdasarkan Ilmu Perilaku Hewan yang aku pelajari, si Saiko ini memang memiliki kelainan dari kecil. Suka mematuk-matuk. Hal tersebut bisa karena trauma, kekurangan nutrisi, atau memang takdir aja kali ya hehe.. (Wkwk ngasal nih). Tapi hebatnya sejak Saiko dewasa, dia hampir bertelur setiap hari. Tau lah ya kalau telur ayam Kampung yang kecil itu sangaaatlah nikmat. Jadi kadang rebutan hihihi.. 

Dan yang terakhir si Minul yang kalau bisa dibilang mirip kucing. Dia mungkin usianya sudah hampir dua bulan. Tapi badannya masih segitu-segitu saja. Padahal nih ya, kalau seusianya dia sebagai ayam broiler sejati sudah dari kapan taun tersaji di piring kalian masing-masing. Hihi.. 

Minul yang jalannya tinal-tinul, suka sekali ngikutin orang yang berjalan di depannya. Bahkan nih ya, walaupun kebiasaan orang di desa itu melepas liarkan ayam-ayamnya, gak bakal dibiarkan masuk ke dalam rumah, sekalipun rumah pemiliknya. Tapi beda sama Minul, aku suka ga tega kalau mau ngusir dia. Bahkan aku biarkan sesaat dia mondar-mandir di rumah. Pengen kudusel-dusel juga, tapi Minul ayam jadi teriak-teriak malah wkwkw. 



Bukan Minul


Akan tetapi, sekeluarga ga akan biarkan Minul lama-lama di dalam rumah. Jadinya.. syahhhh .. syaaahh.

Bye bye Minul, 










Reading Time:

@way2themes