Jumat, November 05, 2021
Senin, Oktober 25, 2021
Gajah di pelupuk mata tidak terlihat, semut di seberang pantai nampak jelas
Lagi-lagi, sangat sulit untuk melihat kesalahan diri sendiri. Sebagai akibatnya, kadang gemar menemukan kesalahan orang lain, namun tidak sadar kesalahan yang sering dilakukan.
Sangat benar sekali.
Dahulu kala, Si Rubah mencari ilmu di negeri seberang. Waktu bersama keluarga menjadi berkurang. Hanya saat liburan saja, ia sempat pulang barang sebentar.
Kalender selalu dilihatnya, menjelang hari kepulangan. Tanda silang ia sematkan sebagai tanda mendekati tanggal yang telah ia lingkari. Semakin lama tanda silang tersebut menjadi semakin dekat. Pertanda kepulangannya ke tempat kelahiran pun semakin dekat.
Ia sangat gembira. Hari-harinya selalu ia lewat dengan penuh semangat, terlebih menjelang hari itu tiba. Berbagai tempat ia singgahi bersama kawannya, yang sebentar lagi akan berpisah sepanjang liburan.
Hari itu tiba. Semua barang telah dikemas. Tampaknya hanya beberapa lembar pakaian serta sedikit oleh-oleh, jika ada yang perlu dibawanya. Tiket sudah ditangan, waktunya bersiap menuju stasiun.
Rasa senang menghirup bau tanah kelahiran terlihat dari raut wajahnya. Perjumpaannya dengan sanak saudara serta ketentraman desa yang akan ia dapat menjadi bara semangat tersendiri.
Nampaknya, kesenangannya hanya sekejap. Selanjutnya ia lupa dengan sesuatu yang dihadapnya. Bangga benar ia nampak asyik berbincang dengan jari-jarinya, sedang asyik berkabar dengan mereka yang jauh di sana. Sesekali melihat para selebriti dengan gaya hidupnya. Seseringkali melihat aktivitas temannya yang ia tak dapati di rumah.
Detik berganti menit, menit berganti jam, hari berganti minggu. Tak terasa Si Rubah telah menghabiskan waktu liburnya. Tersisa beberapa jam menjelang waktu kepergiannya kembali ke tanah rantau.
Ia menjadi panik. Seakan waktu telah memakan habis dirinya. Tak sempat ia bersenda gurau dengan kakek neneknya. Bermain-main dengan saudara-saudaranya. Tak gunakan waktupun untuk sekedar membuatkan kopi ayahnya.
Namun, ia kalah. Waktu telah memberangusnya. Mengembalikan ia menyeberangi ke negeri sana. Membawanya kembali jauh dari rumah.
Liburan demi liburan terlewat dengan sendirinya. Ia selalu ingin menjadi lebih baik, namun tekadnya selalu kalah oleh waktu. Ia pun kembali termakan oleh waktu.
Pulang tercampur aduk oleh pergi. Pulang terasa seperti pergi. Pergi serasa seperti pulang.
Suatu ketika, waktu memberikannya kesempatan yang lebih baik. Waktu masih kenyang. Waktu memberikannya harapan.
Ia pun menjadi lebih tersadar. Bahwa bukanlah waktu yang memakannya. Ia sendirilah yang menceburkan diri kepada waktu. Ia lupa oleh waktu.
Meski berjalan lebih lambat, ia berusaha berkompromi dengan waktu. Ia sedikit demi sedikit menjadi mawas dengan sekitar. Menjadi lebih dekat dengan keluarganya. Keluarga yang selalu menerima. Keluarga yang sempurna dengan ketidaksempurnaannya.
Ia pun bersyukur, kepahitan yang diterimanya menjadi kesempatan yang baik untuk menebus kesalahannya.
Sekarang terdengar tawanya bersama kakek neneknya. Terdengar gaduhnya bersama saudara-saudarnya. Terdengar harum kopi dan pisang goreng bersama ayah ibunya.
Kini, ia berusaha memeluk waktu. Terlihat berjalan lambat namun terus bergerak maju sesuai kemampuannya.
Kini, ia berdamai dengan waktu.
Sabtu, Oktober 09, 2021
Menjadi bermanfaat tanpa harus menjadi terkenal, bisa gak sih?
Mungkin ada banyak orang yang tertarik untuk menjalani kehidupan penuh dengan pengikut atau follower di media sosial. Karena dirasa orang yang memiliki banyak pengikut dapat dengan mudah menjadi orang yang berpengaruh. Menjadi orang yang dikenal sebagai influencer. Sehingga mudah sekali untuk dikenal oleh banyak orang, diikuti gaya hidupnya, gaya berpaikannya, gaya perawatan tubuhnya, dan banyak hal lain yang mungkin lebih privat, seperti pula gayanya dalam beragama, err meski sih dalam beragama tidak nampak ya dari luar.
Namun, aku pikir tidak perlu ya semua orang menjadi seperti itu. Nanti, kalau semua orang terkenal siapa dong yang nonton hehe.
Menjadi generasi yang melewati masa perkembangan zaman, yang merasakan perkembangan teknologi begitu cepat, yaa memang harus diakui sih kalau media sosial memberi pengaruh yang signifikan bagi kehidupan. Kita pun dapat memanfaatkan media sosial sebagai hal yang bermanfaat bagi hobi, usaha, ataupun pendidikan.
Dan menjadi manusia, seringkali dihampiri pikiran untuk menjadi manusia yang bermanfaat. Ya kan begitu?
Dan disadari pula, ada beberapa celah yang masih bisa digunakan oleh siapa saja yang masih ingin menjadi bermanfaat tanpa harus menjadi terkenal.
Teruslah berbuat baik, karena siapa tahu kebaikan itu bisa menjadi salah satu cahaya di kehidupan kita.
Selalu saja ada jalan untuk memberikan kontribusi bagi masyarakat. Bantuan tersebut bisa kita sesuaikan dengan kemampuan. Karena bantuan sekecil apapun itu, aku yakin akan berarti jika melakukannya dengan tulus.
Banyak artis terkenal yang juga melakukan kegiatan amal secara tertutup, dalam artian tidak diumbar-umbar. Meski publik tidak tahu, dan mereka tidak ingin juga, tetap melakukan kebaikan. Wah, jadi bisa juga ya bantuan kecil itu bisa tetap kita lakukan.
Banyak juga para aktivis lingkungan, para pengajar, memberikan dedikasinya yang tinggi terhadap apa yang dilakukannya. Meski telah berkali-kali dilupakan, telah berkali-kali ditendang, tetap tidak patah semangat.
Meski saat ini, wahai diri, bahkan saat tidak memiliki apapun, tetap berbuat kebaikan. Lihatlah sekitar, tidak usah terlalu jauh. Mungkin tenaga kita diperlukan untuk membantu mengajari beberapa anak tetangga dalam pelajaran, mungkin butuh bantuanmu dalam meminjamkan buku, mungkin perlu didengarkan.
Kebaikan itu ada dimana-mana. Banyak orang baik, tapi dunia perlu lebih banyak lagi orang baik.
Senin, Oktober 04, 2021
Kebaikan itu seperti pesawat terbang. Jendela-jendela bergetar, layar teve bergoyang, telepon genggam terinduksi saat pesawat itu lewat. Kebaikan merambat tanpa mengenal batas. Bagai garpu tala yang beresonansi, kebaikan menyebar dengan cepat. Tere Liye (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin)
Lantas, kenapa ya langsung membuat aku berpikir.? Bisa jadi karena pernyataan tersebut hampir mirip dengan buku yang sedang aku baca kala itu, dan aku sudah menyelesaikannya tentu. Judulnya "Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin" karya Tere Liye.
Sudah lama aku menjadi penikmat buku-buku karya Tere Liye. Selain bahasanya yang mudah dipahami namun tetap sopan, dan memegang kaidah bahasa tentunya, ceritanya unik dan selalu membuat ketagihan.
Kalau sedang mencari novel berjenis romansa, buku ini sepertinya cocok deh. Alurnya yang maju-mundur terkesan rapi dan mudah dipahami. Saat membaca pun kita ikut merasakan emosi yang dimiliki oleh Tania, tokoh utama. Tentang perasaannya kepada malaikatnya, Kak Danar, tentang paradoks yang dialaminya, tentang persahabatannya, dan semua hal yang penulis suguhkan, serasa menjadi bagian dalam diri.
Hinga pada akhir cerita, perasaanku ikut sedih, ikut menangisi kejadian yang membuat Tania memiliki puncak rasanya, bahkan ketika tidak digambarkan bahwa Kak Danar mengungkapkan perasaannya secara tersurat, aku tahu benar perasaan keduanya dari awal.
Beragam jenis kejadian yang dialami para tokoh menggerus emosi. Rasa cinta yang berharga, bahkan ketika kita tidak memintanya, tiba-tiba ada. Namun, ketika semua itu tidak seperti yang diimpikan, ditinggal pergi oleh orang terkasih, tidak dapat memiliki apa yang dicintai.
Tapi, seperti judulnya, bahwa seperti daun itu ketika jatuh, tak ada yang perlu disesali. Tak ada yang perlu ditakuti. Biarkan dia jatuh sebagaimana mestinya. Biarkan angin merengkuhnya, membawanya pergi entah ke mana. (Hal 197)
Bahwa hidup harus menerima.. Bahwa hidup harus mengerti.. Bahwa hidup harus memahami.. Tak peduli lewat apa, penerimaan, pengertian, dan pemahaman itu datang. Tak masalah meski lewat kejadian yang sedih dan menyakitkan.
Bahwa, kadang kejahatan tidak lebih baik dibalas dengan kejahatan lagi.
Selasa, September 28, 2021
Walhasil,
em meski tetap mengantuk sih hehe, tapi aku menemukan sebuah makna mendalam,
bahwa kejadian yang sebenarnya menimpa Indonesia dulu, tidak sesedarhana yang
selama ini diperlihatkan. Bukan hanya hitam ataupun putih, tentang perkara baik
maupun jahat. Buktinya, banyak pahlawan, peristiwa, dan perjuangan yang tidak
tercatatkan dalam sejarah tapi sebenarnya ada. Dan yang paling disayangkan
adalah, seseorang menjadi tidak baik karena perspektif yang disajikan tidak
satupun menengok mereka.
Padahal
sejarah bukanlah aib yang harus ditutupi, karena aku percaya kebenaran akan
terungkap dengan sendirinya. Baru-baru ini bermunculan pula novel, meskipun fiksi
tapi menyinggung kejadian sejarah yang sebenarnya. Sebuah cerita yang
menyingkap tabir. Seperti yang para penulis kemas dengan indah, dengan berbalut
romansa. Dan yang semakin membuat kita bangga adalah, banyak generasi bangsa
yang mengangkatnya menjadi komik yang ada di kanal Webtoon. Tidak lain tidak
bukan adalah menyesuaikan dengan perkembangan zaman.
Berbicara
tentang itu, beberapa novel dari penulis yang aku kagumi adalah berikut ini,
1.
Bumi Manusia
Aku
yakin sekali banyak yang sudah mengenal Pram penulis novel ini. Novel ini pun
sudah diangkat menjadi filmnya, hehe tapi aku belum sempat menonton sih. Novel
setebal 354 halaman ini cocok dibaca genarasi muda seperti kita (15+). Kita
tidak akan dibuat bosan, karena Pak Pram membalut novel ini dengan kisah romansa.
Novel ini pun mendapat banyak penghargaan dan telah diterjemahkan dalam
berbagai bahasa, jadi kalau yang mau mendapatkan sinopsisnya gampang sekali
untuk ditemukan. Ngomong-omong, Pak Pram merupakan mantan tahanan Pulau Buru.
Meski begitu, penyiksaan yang didapatnya membuatnya tidak mematahkan
kemampuannya dalam menulis, novel ini pun terkenal sebagai Tetralogi Pulau
Buru.
sumber: goodreads |
2.
Webtoon A Tempo Doeloe Story
Kyaa.. komik yang ada di webtoon banyaak sekali, baru-baru ini pun komik lokal yang kualitasnya ciamik semakin banyak bermunculan. Salah satunya adalah komik fiksi sejarah yang dibuat oleh A. Pradipta. Berlatar waktu di era transisi, masa sebelum, sesaat dan setelah merdeka ini tentu unik, karena tak banyak yang mengambil kisahnya. Meski fiksi, belajar sejarah di komik ini tentu lebih menarik kan, tidak membuat tertidur. Mengangkat kisah Tirto, Pertiwi, Sam, dan Jan, penulis mampu membuat tempo dulu benar-benar tidak hanya berkisah hitam dan putih saja. Ada banyak warna kehidupan yang menerangi masa itu. Pun komik ini tidak main-main lho, ngga ngasal, karena penulis melakukan riset dahulu. Bisa dikunjungi dari tautan berikut.
Poster Webtoon A Tempo Doeloe Story |
3. Novel Laut Bercerita
Berkisah mengenai peristiwa tahun ’98, novel apik karya Leila S. Chudori ini begitu dalam. Memikat siapa saja yang membacanya. Kita diajak mengunjungi relung waktu yang terjadi pada masa itu. Banyak kisah yang diambil dari para saksi, para keluarga korban, dan benar sekali, menggambarkan fiksi dalam balutan sejarah disertai romansanya. Lebih dari itu, kisah yang ada menceritakan kepada kita bahwa negara ini pernah dikuasai oleh rezim yang kejam. Novel ini begitu tragis tapi begitu menginspirasi. Tidak hanya novel ini, aku pun cukup jatuh cinta dengan tulisan-tulisan beliau yang lain. Seperti Novel Pulang dan 9 dari Nadira.
Sumber: goodreads |
Tidak hanya ketiga karya yang aku kagumi tersebut. Tetapi banyak lagi karya yang sudah memperkenalkan aku ke dunia yang tidak dapat aku lihat. Para penulis membawa aku melihat dunia sejarah, yang tidak dikisahkan. Penulis membawa karakter-karakter yang menorehkan beberapa makna kehidupan, tentang bertahan, perjuangan, romansa, pengkhianatan, dan rasa cinta tanah air. Benar adanya, selimut tebal yang digunakan untuk menutupi kejahatan dan kebengisan kemanusiaan, lama kelamaan akan tersibak dengan sendirinya. Pun banyak hal yang diajarkan kepada kita, telah hilang esensinya, karena sejarah bukanlah hanya sebuah kisah hitam dan putih, sejarah manusia di bumi ini seperti pelangi, berwarna-warni dan penuh makna.
Coba yuk, mulai sedikit mencintai budaya dan sejarah bangsa kita. Bisa juga coba tengok novel Amba oleh Laksmi Pamuntjak atau Gadis Kretek oleh Ratih Kumala, cerpen-cerpen Putu Wijaya, Novel atau cerpen Okki Maddasari, daaan masiih banyak lagi.
Senin, September 20, 2021
Membaca juga mengantarkanku pada dunia yang lebih besar dari saat ini, yakni dunia penuh imaji. Menghadirkan kepada diri,, bahwa keajaiban demi keajaiban yang terjadi penuh dengan misteri. Meski ya, kita tahu bahwa imajinasi yang berlebihan, seperti adanya 'magic' atau sulap, tidak bisa kita dapati di dunia kenyataan. Tapi bukankah menakjubkan, jika kita sempat merasakannya meski dalam bacaan. Dan ternyata di kehidupan nyata, menakjubkan kalau kita harus menungkap sebuah misteri, bukan?
Rabu, September 15, 2021
Kadangkala, istirahat dari kebisingan dapat membuat kita menikmati keindahan dari keheningan
Saat semangat sedang membara, seringkali diri abai terhadap apa yang seharusnya diperhatikan. Benarkah begitu?
Aku tidak tahu bagaimana respon tiap individu saat sedang ada di titik yang membuat kita menjadi terpaksa untuk berhenti sejenak. Menurutku saat-saat tersebut sedikit membuat kaget. Yang bisa saja membuat diri lebih takut untuk memulai kembali.
Menjadi sibuk kadangkala membuat diri terkekang oleh aktivitas yang melelahkan bagi tubuh dan pikiran. Mungkin tubuh masih kuat tapi otak sudah lelah, pun sebaliknya saat otak masih dapat digunakan berpikir dengan baik tapi tubuh sudah tidak kuat. Berbagai keadaan bisa saja terjadi.
Aktivitas sehari-hari dipenuhi dengan telepon genggam atau hape yang dari bangun tidur hingga tidur kembali. Memang tidak dapat disangkal, bahwa semua tugas, jadwal, pesan, hingga hiburan bisa diakses menggunakan teknologi ini. Haha... Pernah juga, kan ngerasa aneh kalau tidak megang 'jimat',yang dimiliki tiap orang ini?
Saat berhenti sejenak, aku melepaskan diri dari media sosial, yang menurutku menghabiskan lebih dari 50% waktuku megang hape. Meski bukan sepenuhnya aku gunakan interaksi dengan orang lain, tapi informasi yang aku perlukan, bahkan rekomendasi buku yang hendak aku baca aku dapatkan dari sana.
Saat membiarkannya sebentar saja, ehm.. mungkin selama lebih dari satu bulan ini aku berjalan dengan sangat pelan. Memang sih, tidak melepaskan sosial media secara total, tapi aku merasakan adanya perbedaan.
Sebenarnya awalnya aku sedikit uring-uringan. Pertama karena merasa apa yang aku rancang tidak berjalan seperti yang aku harapkan. Aku pun merasa sedikit tertekan tatkala keadaan sekitar tidak mendukung. Bahkan merasa bimbang saat tidak tahu langkah yang harus dikerjakan.
Aku belajar mencintai keheningan. Hehe bukan keheningan karena pertapaan seperti yang dibayangkan. Cukup dengan keluar dari hiruk pikuk kota besar yang penuh akan hingar bingar. Dan mungkin tak sedikit yang juga merasakannya saat pandemi berlangsung, kan? Ya, kira-kira seperti itulah.
Karena aku hidup di sebuah perkampungan yang terletak di Ungaran, maka ceritaku akan bersinggungan dengan suasana di sini.
Hidup di sebuah desa yang tidak terlalu dingin, tapi kalau malam lumayan berhawa dingin, kalau siang lumayan panas. Kalau hujan bisa berubah jadi sangat dingin. Ditemani pemandangan gunung yang dapat dilihat dari depan rumah. Serta ayam kampung yang dilepasliarkan. Kokok ayam jantan saat fajar menjelma. Dikelilingi dengan sawah dan kebun yang sekarang sudah banyak digantikan perumahan. Suara serangga, anak-anak bermain, orang-orang yang bersenda gurau hingga berteriak dari bertengkar pun dapat terdengar dengan jelas.
Aku merasa dapat menyerap energi-energi positif dan mengeluarkan energi negatif yang menyelimuti tubuh. Meski kadang bergejolak dengan marah, sedih, tertawa, tapi aku merasa ada sesuatu yang terpendam jauh di dalam sana dapat keluar. Aku pun menjadi lebih lega.
Aku pun semoga tersadar, bahwa tidak mengapa jika butuh waktu untuk berhenti sejenak, untuk mengistirahatkan diri, lantas memulai kembali meneruskan langkah yang sempat terhenti dengan membawa semangat yang baru.
Rabu, September 01, 2021
Ayam kecil itu seperti kucing, masuk dan keluar rumah dengan sesuka hati
Saat pertama kali pandemi aku memutuskan untuk memelihara ayam buras (alias ayam kampung). Hitung-hitung untuk menambah kegiatan, bukan untukku tapi untuk adekku . He..he ..
Ayam tersebut dibeli di pasar hewan Pon, Ambara. Sekitar 12 ekor kalau tidak salah. Karena posisiku masih kuliah di Bogor, aku tidak terlalu banyak melihat perkembangannya (cielah kaya anak aja). Dan kalau ga salah di hari Lebaran, ehm ayam tersebut sudah cukup dewasa untuk dikurbankan (huhu agak sedih sih).
Sekarang ayamku tinggal Satu Pasang Pasutri (duh tapi ga kunjung mengerami juga wkwk). Satu ekor betina yg namanya Saiko (ya memang seperti yang kamu pikirkan dia memang phsycho alias tingkahnya rada-rada dari kecil). Dan yang terakhir tambahan si Minul kecil.
Minul ini unyu sekali. Dia adalah ayam broiler. Tahu kan ayam broiler yg pada mulanya dibeli karena diwarnai dengan berbagai warna oleh penjualnya. Yang sebenarnya merupakan ayam DOC (day old chick) afkir. Bisa jadi karena diprediksi perkembangannya buruk, tidak sesuai standar, atau karena stok DOC yg berlebihan atau mungkin alasan lainnya.
Pada perkembangannya Minul tumbuh menjadi ayam kecil yang warna bulunya kembali seperti semula. Putih, bersih, tak sembarang bersih. Jadikan yang putih tetap putih. (Loh kok kaya narasi iklan sih hehe).
Meski aku dokhe, emang ga jamin juga sih, kelakuan ayamku aneh-aneh. Malah karena dokhe jadi aneh kali ya? Haha..
Ayam Pasutri tidak kunjung bertelur dan mengeram sehingga berkembang biak. Meski setiap hari mereka ditempatkan di kandang yang sama.
Si Saiko juga sangat aneh kelakuannya. Dari kecil dia ini berbeda dari saudara-saudaranya. Dia kelakuannya aneh. Dan tentu tidak bisa disatukan dengan saudara-saudaranya yang lain. Berdasarkan Ilmu Perilaku Hewan yang aku pelajari, si Saiko ini memang memiliki kelainan dari kecil. Suka mematuk-matuk. Hal tersebut bisa karena trauma, kekurangan nutrisi, atau memang takdir aja kali ya hehe.. (Wkwk ngasal nih). Tapi hebatnya sejak Saiko dewasa, dia hampir bertelur setiap hari. Tau lah ya kalau telur ayam Kampung yang kecil itu sangaaatlah nikmat. Jadi kadang rebutan hihihi..
Dan yang terakhir si Minul yang kalau bisa dibilang mirip kucing. Dia mungkin usianya sudah hampir dua bulan. Tapi badannya masih segitu-segitu saja. Padahal nih ya, kalau seusianya dia sebagai ayam broiler sejati sudah dari kapan taun tersaji di piring kalian masing-masing. Hihi..
Minul yang jalannya tinal-tinul, suka sekali ngikutin orang yang berjalan di depannya. Bahkan nih ya, walaupun kebiasaan orang di desa itu melepas liarkan ayam-ayamnya, gak bakal dibiarkan masuk ke dalam rumah, sekalipun rumah pemiliknya. Tapi beda sama Minul, aku suka ga tega kalau mau ngusir dia. Bahkan aku biarkan sesaat dia mondar-mandir di rumah. Pengen kudusel-dusel juga, tapi Minul ayam jadi teriak-teriak malah wkwkw.
Bukan Minul |
Akan tetapi, sekeluarga ga akan biarkan Minul lama-lama di dalam rumah. Jadinya.. syahhhh .. syaaahh.
Bye bye Minul,
Selasa, Agustus 24, 2021
The events of life rejoining and culminating into a point of life,
Particularly leaving lessons
to be able to withstand in every conditions,
to see clearly the greater plan,
to understand that I am both the architect and tenant of my destruction and rebirth
Menjalani sebuah kehidupan dengan percaya bahwa setiap hari adalah sebuah kesempatan baru, sebuah lembaran yang mungkin berbeda dengan hari yang sudah lalu.
Menjalani sebuah kehidupan berarti menyadari diri bahwa kita merupakan kumpulan berjuta-juta sel yang memiliki nyawa. Memiliki tugas masing-masing. Namun, terkadang memiliki sebuah hal yang sebenarnya bukan untuk diri sendiri. Melainkan ditakdirkan untuk orang lain. Terkadang dibawa ke atas, turun sebentar, atau tiba-tiba ke atas lalu ke bawah lagi. Terkadang sedih, senang, tawa, duka, lara, bahagia. Pada akhirnya kita pulalah yang akan bertanggung jawab terhadap jiwa masing-masing. Kembali seperti saat kita belum memiliki apa-apa.
Saat dilanda kesusahan, kita dituntut untuk tetap bangkit. Memaksa diri untuk tetap tegar, meski itu tidak dapat terjadi secara sekejap. Ada yang bernama harapan. Berharap jika akan ada kehidupan yang lebih baik setelah mencoba lebih baik lagi. Berharap kepada Yang Maha Besar bahwa penghambaannya dapat diterima.
Seperti sebuah senja yang segera berganti malam. Mengubah sesuatu yang saat ini kita sendiri belum yakin adalah sebuah usaha yang melelahkan. Kita semua tahu bahwa untuk mencapai kebahagiaan sebenarnya tidaklah sulit. Dulu pun, saat kita kecil sangat bahagia sekali ketika pertama kali akhirnya bisa mengendarai sepeda. Mungkin setelah terjatuh dan luka di badan. Kita pun sangat bahagia tatkala tahu bahwa besok akan diajak pergi bertamasya. Kita pun berharap di hari penerimaan raport saat kita sudah yakin akan mendapatkan nilai yang baik, orang tua kita akan memberikan kado.
Sebuah perspektif.
Bukan sedih karena tidak dapat mengejar impian. Tapi sebaliknya, mungkin lebih baik redaksi pikiran yang berkecamuk diganti dengan betapa senangnya masih diberi kesempatan untuk berkumpul keluarga. Akan ada rencana-rencana yang lebih indah, yang telah direncanakan-Nya.
Bukan sedih ketika tidak dapat memiliki mobil dan rumah mewah. Tapi senang karena dapat makan dengan cukup, tidur tanpa takut ada yang mengusir, bangun tanpa melihat selang bergelantungan, serta masih dapat melihat dan berjalan dengan baik.
Begitulah kiranya, permainan demi permainan yang perlu kita menangkan. Mendamaikan pikiran diri sendiri. Tentang bagaimana diri menempatkan suatu keadaan menjadi lebih baik dari yang ada. Menempatkan diri menjadi makhluk yang penuh rasa syukur. Menggeluti pikiran dengan ketenangan dan kedamaian di tengah dunia yang penuh permainan ini.
Akan ada hari dimana kita benar-benar merasakan jerih payah yang selama ini kita lakukan, dengan melihat senyuman orang-orang yang selama ini telah membersamai kita, dengan orang-orang yang selama ini kita berbagi.
Pernah tidak sih kalian bingung dalam menggunakan di sebagai kata depan dengan di sebagai imbuhan?Seperti di sini atau disini?
Sabtu, Juli 03, 2021
Bicara soal menjadi dokter hewan yang ahli di bidang satwa liar bukan hal yang mudah menurutnya. Jika sebagai dokter hewan yang dimaksud di sini ialah tentang tindakan dokter hewan sebagai medik veteriner, yang kegiatannya mencakup pengobatan hewan. Namun, tentunya dokter hewan juga bukan mengenai pengobatan saja ya teman, ada yang lebih luas dari itu.
"Lebih baik berdarah-darah mengejar impian kita daripada tergerus dengan impian orang lain akan diri kita"
Minggu, Juni 13, 2021
"Sesungguhnya dia hanya takut menjadi dewasa sebab ketika dewasa ia akan menafsirkan hujan sebagai berkah atau bencana, padahal ia ingin hujan tetaplah hujan"- Jokpin Jogja 2019
Berbicara mengenai pilihan.
Ada yang sering kita hadapi, tapi kadang juga kita masih kebingungan. Ada yang kita anggap sangat penting bagi hidup kita, hingga butuh beberapa waktu untuk menentukannya.
Memang sih, sebenernya ada banyak pilihan yang silih berganti datang pada kehidupan kita. Mulai dari menu makanan yang harus kita pilih setiap hari sampai memilih jodoh terbaik yang kita harap sekali seumur hidup.
Dari semua pilihan yang datang di hidup kita, aku sadar kalau semua ada risiko dan pertanggungjawaban atas pilihan yang diambil. Walau kadang, ada suatu kejadian yang mungkin tidak akan terduga setelah kita memilih suatu jalan itu.
Misalnya saja, aku suka makan pedas, dan memilih memakan ayam geprek level pedas saat itu. Biasanya, gada respon yang berarti pada perut, gataunya hari itu pas banget setelah makan perutku langsung mulas. Alhasil, aku harus menanggung risiko karena sudah memilih ayam geprek level pedas itu.
Kita pun sudah sering meleewati pilihan, seperti memilih teman, guru, tempat sekolah, tempat bekerja, hobi, dan beribu pilihan yang silih berganti datang.
Aku terkadang ngerasa, bahwa banyak sekali pilihan yang mengharuskan kita memilih antara kedua hal yang hampir sama. Atau justru hal yang berbeda 180 derajat. Haha Kalau ingat kejadian dulu, kadang ada rapat dua organisasi yang harinya bertabrakan, atau malah satunya ngajak rapat satunya main. Hehe.. jadi bingung kan.. padahal itu mah ngerasa sok penting aja wkwk
Semakin beranjak dewasa, pilihan yang datang semakin kompleks. Tidak tahu karena pikiran saja yang membuatnya menjadi kompleks atau memang pilihan itu adalah sebuah hal yang sulit.
Setelah kutelusuri, ternyata kekhawatiran membawa dampak yang besar pada setiap pilihan. Khawatir akan masa depan yang tak pasti. Khawatir jika kita salah pilih. Khawatir jika dan hanya jika kita tak usah memilah dan memilih yang tidak baik.
Huft.. Khawatir atau cemas yang berlebihan ngga baik ya. Jadinya, aku sering coba kombinasikan dengan berprasangka baik. Dan semoga terus bersabar dan berharap kepada Yang Maha Kuasa.
Kita benar-benar tidak tahu, apa yang akan kita hadapi ke depan.
Kita benar-benar tidak bisa kembali pada masa lalu.
Kita hanya bisa menghidupkan hari ini dengan sebaik-baiknya.
Sisanya, kita coba untuk mengusahakan, menimbangnya, meminta petunjuk, serta menyerahkan pada Yang Maha Tahu.
Begitu ya, saat kecil kita tidak terlalu banyak berprasangka, hujan hanyalah hujan, pelangi adalah hiasan indah di langit, bintang bertaburan bersama cahaya bulan yang menenangkan.
Skenario terbaik, telah ditulis untuk kita. Semoga semesta terus menuntun kita agar semakin bijak dan terus berprasangka baik kepada keputusanNya.
sumber: Pinterest |
Selasa, Mei 18, 2021
Melewati kedewasaan dengan suguhan pahit, manis, asam, gurih? Itulah namanya hidup.
Aneh ga sih, kadang ada kalanya kita merasakan kesibukan yang membuat kita tidak ada waktu untuk diri sendiri atau keluarga. Kadang pula, ada kalanya kita tidak tahu mau ngapain, sampai ngebuat orang jadi overthinking alias berpikir berlebihan. Balik lagi ke rumus, segala sesuatu yang berlebihan itu tidak baik, maka dapat kita simpulkan bahwa overthinking juga ga baik kan.
Berbagai macam bentuk overthinking dapat kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Mulai dari mikirin yang enggak-enggak tentang pendapat orang lain terhadap kita, "Gimana kalau orang mikir gini, ". ada juga bentuk lain yang hampir mirip, "Gimana ya pendapat orang lain tentang aku, " atau "Kayanya gini aja deh biar orang ga ngira aku gini...".
Tidak dapat dipungkiri bahwa kita merupakan umat manusia, bagian dari masyarakat umum yang pastinya memikirkan tanggapan masyarakat terhadap diri kita pribadi. Pada dasarnya kita juga mau diterima sebagai bagian dari mereka. Tapi, kalau sudah berlebihan mikirin tanggapan mereka, yang ada kita sendiri yang kelelahan gasih. Misalnya saja aku mau berbuat sesuatu nanti kelamaan mikirnya gara-gara nunggu respon mereka dulu hehe.
Bentuk overthinking lain yang sering kualami adalah rasa tidak percaya terhadap diri sendiri. Biasanya sih disebutnya insecure. Rasa insecure ini timbul sebagai akibat kurangnya rasa percaya diri atau menganggap orang lain lebih baik di atas kita, dan membuat diri menjadi minder. Wah wah bahaya ini hehe. Terlalu pede juga ga baik, eh terlalu minder juga ga baik. Tapi emang sering terjadi sih, apalagi di zaman sekarang, dunia maya dipenuhi oleh berbagai iklan produk kecantikan atau perwatan kulit skin care mulai dari harga yang sebumi hingga selangit alias muahal polll.
Lagi-lagi tentang bagaimana kita menyakapi kedinamisan masyarakat, yang memang setiap saat akan berubah. Perubahan tersebut kalau dirasa semakin cepat berlangsungnya. Bahkan perubahan mode juga ga akan ada habisnya. Kalau nuruti gengsi jadinya ga akan ada titik akhirnya. Jadi kalau aku mikirnya, asal kita nyaman, ya udah. Kita jalani hari kita dengan bahagia. Dont' worry be happy.
Seringkali waktu luang memberikan kesempatan lebih banyak bagi kita untuk overthinking. Oleh karenanya menyibukkan diri merupakan salah satu cara agar tidak terjerembab ke dalam perkara yang tidak baik. Bisa dengan melakukan bersih-bersih kamar, rumah, ngerapiin meja, ngelakuin hobi, nonton di Netflix, dengerin radio, nyoba masakan baru, atau menghubungi kawan terdekat. Sekali lagi, say no to overthinking!
Rabu, April 28, 2021
Kindness is like water. A gentle flow can erode the hardest seemingly unmovable objects
Pernah tertampar mendengar,
"Kalau berbuat baik terhadap orang yang baik pada kita itu hal biasa, tapi berbuat baik pada orang yang jahat pada kita itu baru luar biasa".
Seringkali menimang-nimang, apakah kita terlalu baik pada orang, sehingga seringkali dikecewakan?
Huft, padahal apasih yang udah aku lakukan, hingga bisa berpikir seperti itu?
Berbuat baik, kemudian melupakan kebaikan itu dan ikhlas merupakan kombinasi lengkap, yang memang bukan hal yang mudah untuk dilakukan. Nyatanya, masih kok aku berharap kalau perbuatan baik itu ingin dapat balasan, meski sekedar ucapan terima kasih.
Walau begitu, ternyata berbuat baik dan sekedar membagi sesuatu terhadap orang lain itu sesungguhnya banyak manfaatnya untuk diri sendiri. Misal saja, saat ini, karena sudah bekerja, aku bisa ngebantu sedikit uang belanja ortu (Bukan sombong beneran deh) hehe. Entah kenapa hal tersebut membuat diriku sedikit bangga. Dulu bocah kecil ini yang hingga menghabiskan waktunya di bangku sekolah dan meminta uang terus menerus bisa lebih sedikit mandiri. Rasa bahagia itu sanggup menjadi obat. Dan sangat berguna saat sedih dan capai melanda. Saat sesuatu yang diharapkan tidak kunjung datang.
Berbuat baik terhadap orang yang berbuat jahat pada kita? Entahlah aku pun belum bisa membayangkannya. Namun kalau dipikir-pikir, hati akan jauh lebih bahagia bukan, jika dapat melakukan perbuatan baik itu?
Aku pernah denger dari bapak temen deketku yang bilang, waktu itu aku nanya kenapa bapaknya dan keluarganya baik banget, setiap orang yang datang ke sana dijamu dengan baik, bahkan diberi uang saku.
Beliau percaya bahwa kebaikan itu akan mengalir, bagaikan air.
Jika saja dia baik terhadap orang lain, secara tiba-tiba kebaikan itu bisa saja datang ke keluarganya, contohnya ke anaknya. Entah itu kapan.
Aku pernah dengar juga konsep, Pay it Forward. Konsep itu berlaku seperti saat kita ngasih bantuan kepada orang lain, suatu saat orang yang kita bantu itu berpotensi untuk melakukan kebaikan kepada orang lain. Wah... Bayangkan saja jika hal tersebut jika terus menerus berjalan, terus mengalir bagaikan air, pasti semua orang tersebut akan merasakan kebaikan itu.
Pengen cerita saja, bukan karena apa-apa. Tapi lebih karena aku bahagia. Dan kebahagiaan itu sangat berbekas.
Jadi, aku sangat suka ngasih sebuah note, atau fortune cookies, yang berisi tulisan 'quote' gitu disertai snack jajanan murah ke temen-temen. Meski kadang gada snacknya juga sih hehe. Kadang aku juga ngerasa, apain sih aku ini ngasih begituan hehe. Kadang aku juga ngerasa, kok orang biasa aja ya aku kasih begituan haha. Tidak ada ekspresi (karena saking seringnya jadi ga terkejut lagi :))). Tapi suatu hari aku pernah nanya ke salah satu temen, gimana sih tanggepanmu aku kasih begituan? Jawabannya "Kadang aku menduga-duga, bakal dapat apa ya? Haha" . Aku kaget, aku kira dia merupakan salah satu orang yang kadang ga berekspresi saat aku kasih fortune cookies. Ternyata bisa penasaran juga yaa 😅
Dan, benar. Aku walau gadapet apa apa. Tapi hal tersebut membuat diriku bahagiaaa. Sangat bahagia. Meski ya seperti itu, kadang aku berpikir ulang apakah yang aku lakukan ini merupakan hal bodoh. Atau hal yang sia-sia. Tapi, aku yakin, aku sedikit menghibur mereka dengan kata-kata itu kann? Hehe . Entahlah.
Benar kok, kebaikan itu mengalir. Kadang gatau kapan. Kadang ga terduga. Dan kadang,, bikin diri tertawa ngakak 😂