heartkokok

Rabu, Januari 19, 2022

Tidak Semuanya Perlu Diungkapkan
Januari 19, 20220 Comments

Tidak semua hal perlu diungkapkan. 

Haiii 2022. 

Sudah lebih dari separuh bulan, menjalani hari di tahun baru ini. Rasanya kok gitu aja ya? Hehe

Beneran, rasa pahit dan manis yang di alami selama 2021 kini tergantikan dengan lembaran baru. Biarkan pekerjaan rumah maupun harapan yang tertunda kita rakit kembali di tahun ini. Semoga yaa terlaksanakan. 


Jadi, pelajaran apa sih yang paling berkesan di tahun 2021? 


Kalau aku pribadi, salah satunya sangat memaknai arti ngga papa, ga semuanya perlu diungkapkan. 


Meski sering terjebak dalam hal, gada salahnya buat didiskusikan, diobrolkan dulu agar lebih jelas, tapi ternyata kita juga sering terjebak, di saat sebenernya suatu hal jadi lebih mudah lho jika kita ga ngasih tau ke siapa-siapa. 


Memang perlu pandai dalam memposisikan diri untuk bisa menyaring informasi yang masuk maupun yang keluar dari diri kita. Terlebih lagi jika hal tersebut menyangkut urusan nama baik diri maupun orang tersebut. 


Well, ngomong-ngomong soal itu, kan banyak tuh kejadian yang di sorot media mengenai kasus pencemaran nama baik atau UU ITE. Padahal kan, kalau ga gitu bukannya kejahatan ga akan terungkap? 


Hihi.. duh berat ah aku gamau ngomongin yang berat-berat. Ribet juga yaa urusan di negara Wakanda ini (aku lihat komen netizen wkwk). 


Menyangkut hal pribadi, gak ngungkapin sesuatu itu bisa jadi menahan untuk gak sembarangan cerita ke sosial media. Aku sadar, jejak digital itu sulit sekali dihapus. Bisa jadi karena kita nggak 'ngeh' atau sudah ngehapus ternyata masih bisa terlacak, bahkan 'ada yang merasa tersindir' atas ucapan kita di sosial media, padahal nih yaa kita nggak ngomongin mereka atau berusaha menyindir orang-orang tertentu.. hehe ribet juga ya nak milenial ini. 


Begitulah, memang ada beberapa hal yang tidak perlu diungkapkan. Dalam kehidupan nyata juga bisa terjadi seperti itu. 

Memang agak berat ya untuk dapat menjadi pandai dalam penempatan diri agar bisa menyaring mana yang bisa kita ceritain mana yang tidak. Apalagi memilih mana orang yang kita percayai untuk diceritakan atau tidak. 


Yaa benar, hati-hati. Walau kita perlu untuk menceritakan sesuatu hal, agar bisa lebih 'plong' tentu kita juga harus bisa lebih berhati-hati dalam bercerita,


Btw, aku juga harus hati-hati yaa, kan blog juga bisa jadi jejak digital. Hihihi . 


Oh ya, semoga di tahun 2022 mindset yang aku punya tetap positif, bisa menata dengan baik rencana-rencana yang ingin aku laksanakan di tahu ini, tentunya juga harus lebih cermat, aamiin. 


Kalau harapanmu di tahun ini apa? 


Reading Time:

Senin, Desember 27, 2021

Perfect with Imperfections
Desember 27, 20210 Comments

 "You're perfect with your imperfections"


Ketika melihat huru-hara kehidupan, hingar-bingar kota, wara-wiri media, huh.. akan banyak kesempurnaan yang seakan-akan hinggap di diri orang. Yap, bukan di diri sendiri, yang kurang ini itu, yang belum bisa ini itu, yang nggak sanggup ini itu.


 




Seperti pepatah jawa yang sering kudengar, "Urip iku Mung Sawang-Sinawang", jelas pasti bahwa seringkali kita merasa bahwa rumput tetangga lebih hijau dari rumput di rumah sendiri. 

Bahwa, kok sempurna banget sih hidupnya? 


Hehe.. Sedikit menyinggung epilog drama Webtoon yang kubaca, Joyful Delight, dari sana aku mencoba mengambil hikmah, bahwa ketidaksempurnaan selalu dimiliki tiap orang, jika mencari yang sempurna, yaa tidak akan pernah ketemu, dan begitulah hingga Joy kembali menerima Aydan. Dia memang tidak sempurna, tapi termasuk orang yang baik kepadanya, kepada keluarga dia sendiri, dan yang terpenting adalah setia. 


Kembali lagi mengenai, pemikiran yang sejatinya bisa kuubah, mengenai nasib, mengenai usaha, dan mengenai keikhlasan dalam diri. Fokus kepada diri menjadi hal yang tersulit untuk saat ini. Agar memiliki niat yang jelas untuk terus tumbuh, untuk menjadi salah satu bintang yang bersinar, dan yang penting untuk membuat lingkungan sekitar memiliki semangat yang sama akan keberhasilan. 


Benar adanya, ketidaksempurnaan diri terkadang menjadi penghalang, kadangpula menjadi sebuah penerimaan, seperti "ada baiknya juga yaa aku gabisa ini, aku ga terjun ke dunia ini, karena sepertinya tidak cocok dengan prinsipku".. 


Dan seperti itu, keluarga yang kita miliki, tidak bisa kita pilih.

Semua memiliki sisi baik dan sisi buruk masing-masing, yang menurutku bisa kita jadikan pilihan adalah 

 '' Bagaimana kita menjadikan keluarga sebagai semangat hidup, sebagai tempat untuk berbagi, sebagai tempat untuk pulang. '' 


Seperti nantinya, teman, pasangan, tetangga, yang memilki keunikannya sendiri, yang selalu mengajarkan untuk saling berbagi dan saling menolong. 


Siapa sangka, ketidaksempurnaan mu adalah sebuah kesempurnaan yang dianugerahkan Tuhan kepadamu. 





Reading Time:

Selasa, November 09, 2021

Meski Pelan
November 09, 20210 Comments
Jelaskan, pada rasa hampa yang hambar. Bangkitkan lagi jiwa-jiwa yang penuh akan tanda tanya. Aku berhenti, tatkala semuanya masih samar. Aku, hilang. 

Bersama kenangan, anganku bercampur aduk. Aku rasa, kenyamanan itu hanya semu. Memenuhi degup jantung, yang hilang oleh bayang-bayang. 


Kali ini, cukupkanlah basa-basi itu. Meski basa, tapi terasa asam. Perlahan, hanya menggerogoti harapan. Yang kemudian sirna ditelan malam. 

Aku sudah berbeda, tak seperti sedia kala. Yang menganggap hadirmu anugerah. Yang menjadikan derai-derai janjimu bersimbah di tubuhku
 

Rasa itu mulai meredam. Beginilah memang yang kuharapkan. Perlahan-lahan, penuh kehati-hatian. Karena dengan ini aku tak menampik, aku tak menyangkal. Tapi ku coba tuk menerima. 





Mungkin, lembaran-lembaran pada diri yang penuh tinta hitam akan dirimu, aku cukupkan. Akan kubuka lagi yang baru. Mungkin, dengan goresan yang pelan, dengan tinta yang berbeda, dengan jiwa yang lebih tenang. 

Meski lamban, kuharap tinta itu tak lekang oleh zaman. Oleh peradaban yang bergerak sangat cepat. Oleh rasa yang berujung sengsara. 

Kebahagiaan itu, terasa seperti udara. Tenang, tidak terlihat, namun terasa. Dan dengan kesadaran, kebahagiaan menjadi lebih bernyawa. 

Sampai detik ini, meski pelan, aku tetap bertahan. 
Reading Time:

Minggu, November 07, 2021

Belum
November 07, 20210 Comments

Aku telah melewati batas arah yang jauh

Telah lama mengintai 

Dari balik bola mata

Yang redup


Angan-angan untuk bertemu

Tidak cukup memanggil

Sosok dirimu

Yang tersembunyi


Rindu tak berperasa

Telah menyelimuti 

Gelora diri

Yang sepi


Aku dan kamu

Adalah sebuah nada tanpa senandung 

Sebuah cerita tanpa kisah

Sebuah takdir yang belum menyatu


















Reading Time:

Jumat, November 05, 2021

Time is Relative; Learning from Einstein
November 05, 20210 Comments
Ingin sedikit membahas mengenai Teori Einstein yang menyebutkan tentang Relativitas Waktu. 


Waktu itu.. relatif. 


Pada teorinya, yakni 'Special Theory of Relativity', Einstein mengungkapkan bahwa waktu itu relatif. Dengan kata lain seberapa cepat waktu berlalu bergantung pada kerangka acuan yang kita pakai atau 'your frame of reference'


Aku juga tertarik dengan konsep ini, 
"One person's past could theoretically be another's future--which is why Einstein described the past, present and future as "persistent illusions."


Apakah benar seperti itu? Apakah seperti saat ketika terkadang kita merasa waktu berlalu begitu cepat atau terkadang berjalan begitu lambat? 


Kalau begitu sih, bisa jadi memang waktu itu relatif. 


Sederhananya yaa seperti itu tadi. Kalau ribetnya mungkin yaa seperti perbedaan waktu di bumi dan di antara planet-planet lain. Hahaha banyak kok film yang sudah membahasnya, seperti Interstellar

Nah, kalau yang sering dirasain, sih semacam kalau lagi seneng kok tiba-tiba udah sore aja ya.. sedangkan kalau lagi bosan, jenuh, atau khawatir...eh kok lama banget ya ga selesai-selesai.. hehe. Termasuk kalau lagi berduaan sama seseorang yg disukai kok ga kerasa ya.. wkwk yaa seperti itulah. 





Dan benar saja, teori Einstein yang sederhana sering didapati dalam kehidupan sehari-hari. Kalau dipikir-pikir, 5 tahun itu lama banget, ada 2.825 hari. Tapi saat dijalani, ih udah gedhe aja ya.. eh udah lulus aja ya. Gak kerasa!  Padahal kan, emang lama. Tak terhitung manis pahitnya kehidupan sehari-hari yang kita jalani selama 5 tahun itu. 


"..And once the storm is over, you won't  remember how you made it through, how you managed to survive. You won't even be sure, whether the storm is really over. But one thing is certain. When you come out of the storm, you won't be the same person who walked in. That's what this storm's all about. "- Haruka Marumi


Jadi, menurut hematku kepada diri sendiri adalah....
Kehidupan akan terus berjalan. Susah ya jangan lama-lama dirasakan. Senang ya secukupnya. Tapi harus bersyukur setiap hari, dong! 
Sedikit motivasi kepada diri sih, jika apabila di suatu hari terdapat kesulitan, sesungguhnya di kemudian hari akan mendapatkan kemudahan. Begitu juga saat suatu hari merasa sedih, tenang, hari akan berganti. Esok semoga akan lebih baik lagi. 


Ehm.. nanti kita cerita ya, tentang hari besok yang lebih baik. (⁠◕⁠ᴗ⁠◕⁠✿⁠)

Reading Time:

Senin, Oktober 25, 2021

Kini ia Berdamai dengan Waktu
Oktober 25, 20210 Comments
Gajah di pelupuk mata tidak terlihat, semut di seberang pantai nampak jelas


Lagi-lagi, sangat sulit untuk melihat kesalahan diri sendiri. Sebagai akibatnya, kadang gemar menemukan kesalahan orang lain, namun tidak sadar kesalahan yang sering dilakukan. 


Sangat benar sekali. 


Dahulu kala, Si Rubah mencari ilmu di negeri seberang. Waktu bersama keluarga menjadi  berkurang. Hanya saat liburan saja, ia sempat pulang barang sebentar. 


Kalender selalu dilihatnya, menjelang hari kepulangan. Tanda silang ia sematkan sebagai tanda mendekati tanggal yang telah ia lingkari. Semakin lama tanda silang tersebut menjadi semakin dekat. Pertanda kepulangannya ke tempat kelahiran pun semakin dekat. 


Ia sangat gembira. Hari-harinya selalu ia lewat dengan penuh semangat, terlebih menjelang hari itu tiba. Berbagai tempat ia singgahi bersama kawannya, yang sebentar lagi akan berpisah sepanjang liburan. 


Hari itu tiba. Semua barang telah dikemas. Tampaknya hanya beberapa lembar pakaian serta sedikit oleh-oleh, jika ada yang perlu dibawanya. Tiket sudah ditangan, waktunya bersiap menuju stasiun. 


Rasa senang menghirup bau tanah kelahiran terlihat dari raut wajahnya. Perjumpaannya dengan sanak saudara serta ketentraman desa yang akan ia dapat menjadi bara semangat tersendiri. 

Nampaknya, kesenangannya hanya sekejap. Selanjutnya ia lupa dengan sesuatu yang dihadapnya. Bangga benar ia nampak asyik berbincang dengan jari-jarinya, sedang asyik berkabar dengan mereka yang jauh di sana. Sesekali melihat para selebriti dengan gaya hidupnya. Seseringkali melihat aktivitas temannya yang ia tak dapati di rumah. 

Detik berganti menit, menit berganti jam, hari berganti minggu. Tak terasa Si Rubah telah menghabiskan waktu liburnya. Tersisa beberapa jam menjelang waktu kepergiannya kembali ke tanah rantau. 


Ia menjadi panik. Seakan waktu telah memakan habis dirinya. Tak sempat ia bersenda gurau dengan kakek neneknya. Bermain-main dengan saudara-saudaranya. Tak gunakan waktupun untuk sekedar membuatkan kopi ayahnya. 


Namun, ia kalah. Waktu telah memberangusnya. Mengembalikan ia menyeberangi ke negeri sana. Membawanya kembali jauh dari rumah. 



Liburan demi liburan terlewat dengan sendirinya. Ia selalu ingin menjadi lebih baik, namun tekadnya selalu kalah oleh waktu. Ia pun kembali termakan oleh waktu. 

Pulang tercampur aduk oleh pergi. Pulang terasa seperti pergi. Pergi serasa seperti pulang. 


Suatu ketika, waktu memberikannya kesempatan yang lebih baik. Waktu masih kenyang. Waktu memberikannya harapan. 


Ia pun menjadi lebih tersadar. Bahwa bukanlah waktu yang memakannya. Ia sendirilah yang menceburkan diri kepada waktu. Ia lupa oleh waktu. 


Meski berjalan lebih lambat, ia berusaha berkompromi dengan waktu. Ia sedikit demi sedikit menjadi mawas dengan sekitar. Menjadi lebih dekat dengan keluarganya. Keluarga yang selalu menerima. Keluarga yang sempurna dengan ketidaksempurnaannya. 


Ia pun bersyukur, kepahitan yang diterimanya menjadi kesempatan yang baik untuk menebus kesalahannya. 


Sekarang terdengar tawanya bersama kakek neneknya. Terdengar gaduhnya bersama saudara-saudarnya. Terdengar harum kopi dan pisang goreng bersama ayah ibunya. 


Kini, ia berusaha memeluk waktu. Terlihat berjalan lambat namun terus bergerak maju sesuai kemampuannya. 


Kini, ia berdamai dengan waktu. 







Reading Time:
Berfilosofi
Oktober 25, 20210 Comments
Mengumbar manisnya janji palsu, merangkai berbagai kata, yang indah tiada tara.. 
Janji.. janji.. janji lagi. Mungkin kamu menjadi salah satu orang yang sering termakan janji palsu? Atau obralan janji manis wakil rakyat? 

Duh.. duh duh.. bikin diabetes saja deh!  Hi..hi..hi


Permainan kata saat berfilosofi dengan diri sendiri, mungkin bisa lebih manis dari itu. Ya, kan ada benarnya, minimal untuk kedamaian pikiran kita saat itu, meski terkadang banyak salahnya sih. 

Berfilosofi mungkin sebagian besar dianggap sebagai rangkaian kata berkepanjangan yang tiada habisnya. Ruwet, mbulet, seperti benang kusut. 

Awalnya aku belum menyadari, kata-kata yang tiba-tiba saja muncul dalam benak, terus mengalir bagaikan air. Tak terhenti hingga pada suatu titik yang memuaskan hati. 

Benar adanya bahwa, kata-kata manis tak ubahnya wacana, jika tidak diwujudkan. 






Bagi orang yang notabennya gemar berpikir, hal tersebut sangatlah wajar. Mengumbar kata-kata lewat tulisan, yang mungkin tidak dimengerti oleh sebagian orang. Bahkan hanya dimengerti oleh diri sendiri. 

Namun, pikiran yang semrawut perlu dibantu untuk dirapikan. Baik dan buruknya tergantung olahan kata yang dipergunakan. Membaca menjadi suatu alat untuk mengasah kepiawaian penggunakan diksi yang tepat. Lebih lanjut, beragam kisah dan makna yang tersurat dan tersirat menjadi bahan bakar untuk perdebatan dengan kata-kata yang terpendam itu. Berharap, makin hari menjadi makin bijak. 

Mencari kesimpulan saat berfilosofi rupanya sulit. Semakin digali, semakin dalam. 

Perlu adanya tanda henti untuk memaksa pikiran itu tidak bertambah liar, meski sebelumnya perlu ditambahi tanda koma. Seperti adanya pengingat, bahwa di dunia ini ada sebuah misteri yang dimiliki dan diatur oleh Sang Maha Pengatur. 

Bagiku, mengisi kertas putih dengan tinta hitam tetaplah penting. Sebagai pelepas penat, sebagai pelipur lara, sebagai media penyalur kata-kata yang tidak terbendung. 

Semoga menjadi bijak bestari.. bukan malah menyombongkan diri. 



Reading Time:

Sabtu, Oktober 09, 2021

Apakah Gapapa Menjadi Biasa Saja?
Oktober 09, 20210 Comments

Menjadi bermanfaat tanpa harus menjadi terkenal, bisa gak sih?


Mungkin ada banyak orang yang tertarik untuk menjalani kehidupan penuh dengan pengikut atau follower di media sosial. Karena dirasa orang yang memiliki banyak pengikut dapat dengan mudah menjadi orang yang berpengaruh. Menjadi orang yang dikenal sebagai influencer. Sehingga mudah sekali untuk dikenal oleh banyak orang, diikuti gaya hidupnya, gaya berpaikannya, gaya perawatan tubuhnya, dan banyak hal lain yang mungkin lebih privat, seperti pula gayanya dalam beragama, err meski sih dalam beragama tidak nampak ya dari luar. 


Namun, aku pikir tidak perlu ya semua orang menjadi seperti itu. Nanti, kalau semua orang terkenal siapa dong yang nonton hehe. 

Menjadi generasi yang melewati masa perkembangan zaman, yang merasakan perkembangan teknologi begitu cepat, yaa memang harus diakui sih kalau media sosial memberi pengaruh yang signifikan bagi kehidupan. Kita pun dapat memanfaatkan media sosial sebagai hal yang bermanfaat bagi hobi, usaha, ataupun pendidikan. 

Dan menjadi manusia, seringkali dihampiri pikiran untuk menjadi manusia yang bermanfaat. Ya kan begitu?




Dan disadari pula, ada beberapa celah yang masih bisa digunakan oleh siapa saja yang masih ingin menjadi bermanfaat tanpa harus menjadi terkenal. 


Teruslah berbuat baik, karena siapa tahu kebaikan itu bisa menjadi salah satu cahaya di kehidupan kita. 


Selalu saja ada jalan untuk memberikan kontribusi bagi masyarakat. Bantuan tersebut bisa kita sesuaikan dengan kemampuan. Karena bantuan sekecil apapun itu, aku yakin akan berarti jika melakukannya dengan tulus. 


Banyak artis terkenal yang juga melakukan kegiatan amal secara tertutup, dalam artian tidak diumbar-umbar. Meski publik tidak tahu, dan mereka tidak ingin juga, tetap melakukan kebaikan. Wah, jadi bisa juga ya bantuan kecil itu bisa tetap kita lakukan. 


Banyak juga para aktivis lingkungan, para pengajar, memberikan dedikasinya yang tinggi terhadap apa yang dilakukannya. Meski telah berkali-kali dilupakan, telah berkali-kali ditendang, tetap tidak patah semangat. 


Meski saat ini, wahai diri, bahkan saat tidak memiliki apapun, tetap berbuat kebaikan. Lihatlah sekitar, tidak usah terlalu jauh. Mungkin tenaga kita diperlukan untuk membantu mengajari beberapa anak tetangga dalam pelajaran, mungkin butuh bantuanmu dalam meminjamkan buku, mungkin perlu didengarkan. 

Kebaikan itu ada dimana-mana. Banyak orang baik, tapi dunia perlu lebih banyak lagi orang baik. 


Reading Time:

Senin, Oktober 04, 2021

Lo Sirik Gue Tambah Baik
Oktober 04, 20210 Comments

Kebaikan itu seperti pesawat terbang. Jendela-jendela bergetar, layar teve bergoyang, telepon genggam terinduksi saat pesawat itu lewat. Kebaikan merambat tanpa mengenal batas. Bagai garpu tala yang beresonansi, kebaikan menyebar dengan cepat. Tere Liye (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin)


Sebetulnya, pernyataan yang aku buat judul "Lo Sirik Gue Tambah Baik" kutemukan dari tulisan Truk yang lewat beberapa waktu lalu. Lagi-lagi, truk memang sering sih jadi inspirasiku dalam hidup. Hahaha.. bahkan memang tulisan yang ada di badan atau ekor truk seringkali viral di sosial media.

Lantas, kenapa ya langsung membuat aku berpikir.? Bisa jadi karena pernyataan tersebut hampir mirip dengan buku yang sedang aku baca kala itu, dan aku sudah menyelesaikannya tentu. Judulnya "Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin" karya Tere Liye. 

Sudah lama aku menjadi penikmat buku-buku karya Tere Liye. Selain bahasanya yang mudah dipahami namun tetap sopan, dan memegang kaidah bahasa tentunya, ceritanya unik dan selalu membuat ketagihan. 

Kalau sedang mencari novel berjenis romansa, buku ini sepertinya cocok deh. Alurnya yang maju-mundur terkesan rapi dan mudah dipahami. Saat membaca pun kita ikut merasakan emosi yang dimiliki oleh Tania, tokoh utama. Tentang perasaannya kepada malaikatnya, Kak Danar, tentang paradoks yang dialaminya, tentang persahabatannya, dan semua hal yang penulis suguhkan, serasa menjadi bagian dalam diri. 

Hinga pada akhir cerita, perasaanku ikut sedih, ikut menangisi kejadian yang membuat Tania memiliki puncak rasanya, bahkan ketika tidak digambarkan bahwa Kak Danar mengungkapkan perasaannya secara tersurat, aku tahu benar perasaan keduanya dari awal.

Beragam jenis kejadian yang dialami para tokoh menggerus emosi. Rasa cinta yang berharga, bahkan ketika kita tidak memintanya, tiba-tiba ada. Namun, ketika semua itu tidak seperti yang diimpikan, ditinggal pergi oleh orang terkasih, tidak dapat memiliki apa yang dicintai. 

Tapi, seperti judulnya, bahwa seperti daun itu ketika jatuh, tak ada yang perlu disesali. Tak ada yang perlu ditakuti. Biarkan dia jatuh sebagaimana mestinya. Biarkan angin merengkuhnya, membawanya pergi entah ke mana. (Hal 197)

Bahwa hidup harus menerima.. Bahwa hidup harus mengerti.. Bahwa hidup harus memahami.. Tak peduli lewat apa, penerimaan, pengertian, dan pemahaman itu datang. Tak masalah meski lewat kejadian yang sedih dan menyakitkan. 

Bahwa, kadang kejahatan tidak lebih baik dibalas dengan kejahatan lagi. 














 

Reading Time:

Selasa, September 28, 2021

Romansa Fiksi Sejarah
September 28, 20210 Comments

Beberapa tahun belakangan ini aku terus-menerus mendapatkan asupan romansa fiksi sejarah. Sesaat setelah selesai membaca suatu buku, tak lama kemudian tiba-tiba muncul rekomendasi novel yang serupa. Ada yang sengaja kucari ada yang tidak.


Yaps, ketertarikan diriku akan dunia sejarah bukan tanpa alasan. Aku beruntung, semasa sma mendapatkan guru sejarah yang memang ahli di bidangnya. Metode mengajarnya pun bukan hanya dari buku paket. Lebih dari itu, beliau banyak sekali mengajar yang selama ini tidak aku temukan di buku paket yang biasa kita dapatkan di perpus sekolah. 

Walhasil, em meski tetap mengantuk sih hehe, tapi aku menemukan sebuah makna mendalam, bahwa kejadian yang sebenarnya menimpa Indonesia dulu, tidak sesedarhana yang selama ini diperlihatkan. Bukan hanya hitam ataupun putih, tentang perkara baik maupun jahat. Buktinya, banyak pahlawan, peristiwa, dan perjuangan yang tidak tercatatkan dalam sejarah tapi sebenarnya ada. Dan yang paling disayangkan adalah, seseorang menjadi tidak baik karena perspektif yang disajikan tidak satupun menengok mereka.




Padahal sejarah bukanlah aib yang harus ditutupi, karena aku percaya kebenaran akan terungkap dengan sendirinya. Baru-baru ini bermunculan pula novel, meskipun fiksi tapi menyinggung kejadian sejarah yang sebenarnya. Sebuah cerita yang menyingkap tabir. Seperti yang para penulis kemas dengan indah, dengan berbalut romansa. Dan yang semakin membuat kita bangga adalah, banyak generasi bangsa yang mengangkatnya menjadi komik yang ada di kanal Webtoon. Tidak lain tidak bukan adalah menyesuaikan dengan perkembangan zaman.

Berbicara tentang itu, beberapa novel dari penulis yang aku kagumi adalah berikut ini,

1. Bumi Manusia

Aku yakin sekali banyak yang sudah mengenal Pram penulis novel ini. Novel ini pun sudah diangkat menjadi filmnya, hehe tapi aku belum sempat menonton sih. Novel setebal 354 halaman ini cocok dibaca genarasi muda seperti kita (15+). Kita tidak akan dibuat bosan, karena Pak Pram membalut novel ini dengan kisah romansa. Novel ini pun mendapat banyak penghargaan dan telah diterjemahkan dalam berbagai bahasa, jadi kalau yang mau mendapatkan sinopsisnya gampang sekali untuk ditemukan. Ngomong-omong, Pak Pram merupakan mantan tahanan Pulau Buru. Meski begitu, penyiksaan yang didapatnya membuatnya tidak mematahkan kemampuannya dalam menulis, novel ini pun terkenal sebagai Tetralogi Pulau Buru.

 

sumber: goodreads

2. Webtoon A Tempo Doeloe Story

Kyaa.. komik yang ada di webtoon banyaak sekali, baru-baru ini pun komik lokal yang kualitasnya ciamik semakin banyak bermunculan. Salah satunya adalah komik fiksi sejarah yang dibuat oleh A. Pradipta. Berlatar waktu di era transisi, masa sebelum, sesaat dan setelah merdeka ini tentu unik, karena tak banyak yang mengambil kisahnya. Meski fiksi, belajar sejarah di komik ini tentu lebih menarik kan, tidak membuat tertidur. Mengangkat kisah Tirto, Pertiwi, Sam, dan Jan, penulis mampu membuat tempo dulu benar-benar tidak hanya berkisah hitam dan putih saja. Ada banyak warna kehidupan yang menerangi masa itu. Pun komik ini tidak main-main lho, ngga ngasal, karena penulis melakukan riset dahulu. Bisa dikunjungi dari tautan berikut.  

Poster Webtoon A Tempo Doeloe Story

3. Novel Laut Bercerita

Berkisah mengenai peristiwa tahun ’98, novel apik karya Leila S. Chudori ini begitu dalam. Memikat siapa saja yang membacanya. Kita diajak mengunjungi relung waktu yang terjadi pada masa itu. Banyak kisah yang diambil dari para saksi, para keluarga korban, dan benar sekali, menggambarkan fiksi dalam balutan sejarah disertai romansanya. Lebih dari itu, kisah yang ada menceritakan kepada kita bahwa negara ini pernah dikuasai oleh rezim yang kejam. Novel ini begitu tragis tapi begitu menginspirasi. Tidak hanya novel ini, aku pun cukup jatuh cinta dengan tulisan-tulisan beliau yang lain. Seperti Novel Pulang dan 9 dari Nadira. 

Sumber: goodreads


Tidak hanya ketiga karya yang aku kagumi tersebut. Tetapi banyak lagi karya yang sudah memperkenalkan aku ke dunia yang tidak dapat aku lihat. Para penulis membawa aku melihat dunia sejarah, yang tidak dikisahkan. Penulis membawa karakter-karakter yang menorehkan beberapa makna kehidupan, tentang bertahan, perjuangan, romansa, pengkhianatan, dan rasa cinta tanah air. Benar adanya, selimut tebal yang digunakan untuk menutupi kejahatan dan kebengisan kemanusiaan, lama kelamaan akan tersibak dengan sendirinya. Pun banyak hal yang diajarkan kepada kita, telah hilang esensinya, karena sejarah bukanlah hanya sebuah kisah hitam dan putih, sejarah manusia di bumi ini seperti pelangi, berwarna-warni dan penuh makna.


Coba yuk, mulai sedikit mencintai budaya dan sejarah bangsa kita. Bisa juga coba tengok novel Amba oleh Laksmi Pamuntjak atau Gadis Kretek oleh Ratih Kumala, cerpen-cerpen Putu Wijaya, Novel atau cerpen Okki Maddasari, daaan masiih banyak lagi. 

 

Reading Time:

Senin, September 20, 2021

Membaca Menjadi Sebuah Kebutuhan
September 20, 20210 Comments
Siapa bilang membaca buku dilakukan sebatas sebagai sebuah hobi?


Pernah waktu itu aku berpikir jika membaca buku, novel, bahkan sekarang komik elektronik, bukan merupakan sebuah hobi.

Ha..ha..ha.. Aku sempat berpikiran seperti itu karena, ya semua orang bukannya bisa dengan mudah melakukannya? Bukankah membaca menjadi kebutuhan semua orang?



Ternyata, tidak mudah lho memiliki komitmen kuat untuk membaca secara rutin. Banyak yang masih beranggapan bahwa menghabiskan waktu dengan membaca adalah suatu hal yang membosankan. Bahkan nih ya, sampai di beberapa kolom komentar orang dapat dengan mudah melontarkan pertanyaan atau kritikan yang nggak nyambung, ya karena tidak membaca dulu tulisannya. Hihi.


Saat itu tanggal 9 September, kebetulan sebuah akun sosial media yang aku ikuti meminta untuk melihat buku yang sedang dibaca pada baris ke 9 halaman 19. Aku menemukan kata, Not much that she wanted to remember dari buku Looking for Alaska karya John Green.

Satu bulan penuh selama Agustus hingga awal September, aku memiliki kesempatan cukup kesempatan untuk membaca lebih banyak dari yang biasanya. Membaca apapun itu, di luar konteks yang tidak berhubungan langsung dengan dunia pekerjaan. Misalnya saja novel, komik webtoon, puisi, atau buku penyejuk jiwa.


Sebenarnya tidak susah untuk menjadikan membaca sebagai hobi. Menurutku, bacaan apapun itu (dalam konteks positif) baik. Ada yang suka novel berjenis teenlit, thriller, romans, sejarah, aksi dan berbagai jenis lainnya. Tidak apa-apa kok walau sudah dewasa masih suka bacaan petualangan anak kecil ataupun masih suka teenlit. Hehe. Asalkan tidak berhenti untuk membaca, ya kan?


Kalau sudah suka baca, bisa juga ditambah dengan mengikuti akun sosial media yang berhubungan dengan itu. Banyak akun toko buku dan akun selebgram juga lho yang turut mempromosikan kegemaran membaca sekaligus memberikan rekomendasi bacaan. Hitung-hitung sebagai ajang motivasi atau tambah teman.






Membaca membuat aku memiliki banyak sekali teman. Meski teman tersebut mungkin hanya ada dalam dunia fiksi. Aku mengenal karakter mereka. Sedikit demi sedikit memahami tindakan mereka. Berkeliling di berbagai belahan tempat.


Membaca membuatku lebih dapat memahami berbagai karakter. Memahami alasan orang-orang melakukan berbagai tindakan, walaupun tetap tidak membenarkan pelaku kejahatan. Memahami karakter berbudaya.


Bahkan, membaca membuatku paham bahwa tidak selamanya yang aku anggap benar adalah benar. karena kalau kata Minke di Novel Bumi Manusia, "Kan baik belum tentu benar juga belum tentu tepat. Malah bisa salah pada waktu dan tempat yang tidak cocok".

"Benarmu bisa jadi hanyalah suara egomu", tambah Gus Mus dari suatu bacaan yang aku baca.


Membaca pun menghiburku dengan berbagai kata indah, "Mendidik diri untuk menjaga jarak dengan orang lain, dan juga untuk menjaga jarak dengan kata-kata yang sewaktu-waktu bisa berkhianat." - Novel Amba, Laksmi Pamuntjak

Membaca juga mengantarkanku pada dunia yang lebih besar dari saat ini, yakni dunia penuh imaji. Menghadirkan kepada diri,, bahwa keajaiban demi keajaiban yang terjadi penuh dengan misteri. Meski ya, kita tahu bahwa imajinasi yang berlebihan, seperti adanya 'magic' atau sulap, tidak bisa kita dapati di dunia kenyataan. Tapi bukankah menakjubkan, jika kita sempat merasakannya meski dalam bacaan. Dan ternyata di kehidupan nyata, menakjubkan kalau kita harus menungkap sebuah misteri, bukan?





Reading Time:

Rabu, September 15, 2021

Berhenti Sejenak
September 15, 20210 Comments

Kadangkala, istirahat dari kebisingan dapat membuat kita menikmati keindahan dari keheningan 

Saat semangat sedang membara, seringkali diri abai terhadap apa yang seharusnya diperhatikan. Benarkah begitu? 


Aku tidak tahu bagaimana respon tiap individu saat sedang ada di titik yang membuat kita menjadi terpaksa untuk berhenti sejenak. Menurutku saat-saat tersebut sedikit membuat kaget. Yang bisa saja membuat diri lebih takut untuk memulai kembali. 

Menjadi sibuk kadangkala membuat diri terkekang oleh aktivitas yang melelahkan bagi tubuh dan pikiran. Mungkin tubuh masih kuat tapi otak sudah lelah, pun sebaliknya saat otak masih dapat digunakan berpikir dengan baik tapi tubuh sudah tidak kuat. Berbagai keadaan bisa saja terjadi. 


Aktivitas sehari-hari dipenuhi dengan telepon genggam atau hape yang dari bangun tidur hingga tidur kembali. Memang tidak dapat disangkal, bahwa semua tugas, jadwal, pesan, hingga hiburan bisa diakses menggunakan teknologi ini. Haha... Pernah juga, kan ngerasa aneh kalau tidak megang 'jimat',yang dimiliki tiap orang ini? 


Saat berhenti sejenak, aku melepaskan diri dari media sosial, yang menurutku menghabiskan lebih dari 50% waktuku megang hape. Meski bukan sepenuhnya aku gunakan interaksi dengan orang lain, tapi informasi yang aku perlukan, bahkan rekomendasi buku yang hendak aku baca aku dapatkan dari sana. 

Saat membiarkannya sebentar saja, ehm.. mungkin selama lebih dari satu bulan ini aku berjalan dengan sangat pelan. Memang sih, tidak melepaskan sosial media secara total, tapi aku merasakan adanya perbedaan.


Aku memahami makna yang jauh berbeda dibandingkan
 jika aku terus memegang hape tanpa henti.

 

Sebenarnya awalnya aku sedikit uring-uringan. Pertama karena merasa apa yang aku rancang tidak berjalan seperti yang aku harapkan. Aku pun merasa sedikit tertekan tatkala keadaan sekitar tidak mendukung. Bahkan merasa bimbang saat tidak tahu langkah yang harus dikerjakan. 



Namun, nggak apa-apa kok jika saat ini masih belum dapat melakukan
seperti yang orang lain sudah lakukan.

Aku belajar mencintai keheningan. Hehe bukan keheningan karena pertapaan seperti yang dibayangkan. Cukup dengan keluar dari hiruk pikuk kota besar yang penuh akan hingar bingar. Dan mungkin tak sedikit yang juga merasakannya saat pandemi berlangsung, kan? Ya, kira-kira seperti itulah. 


Karena aku hidup di sebuah perkampungan yang terletak di Ungaran, maka ceritaku akan bersinggungan dengan suasana di sini. 



Hidup di sebuah desa yang tidak terlalu dingin, tapi kalau malam lumayan berhawa dingin, kalau siang lumayan panas. Kalau hujan bisa berubah jadi sangat dingin. Ditemani pemandangan gunung yang dapat dilihat dari depan rumah. Serta ayam kampung yang dilepasliarkan. Kokok ayam jantan saat fajar menjelma. Dikelilingi dengan sawah dan kebun yang sekarang sudah banyak digantikan perumahan. Suara serangga, anak-anak bermain, orang-orang yang bersenda gurau hingga berteriak dari bertengkar pun dapat terdengar dengan jelas. 


Aku merasa dapat menyerap energi-energi positif dan mengeluarkan energi negatif yang menyelimuti tubuh. Meski kadang bergejolak dengan marah, sedih, tertawa, tapi aku merasa ada sesuatu yang terpendam jauh di dalam sana dapat keluar. Aku pun menjadi lebih lega. 


Aku pun semoga tersadar, bahwa tidak mengapa jika butuh waktu untuk berhenti sejenak, untuk mengistirahatkan diri, lantas memulai kembali meneruskan langkah yang sempat terhenti dengan membawa semangat yang baru. 













Reading Time:

Rabu, September 01, 2021

Cerita Ayam (bukan) Heartkokok
September 01, 20210 Comments

Ayam kecil itu seperti kucing, masuk dan keluar rumah dengan sesuka hati


Saat pertama kali pandemi aku memutuskan untuk memelihara ayam buras (alias ayam kampung). Hitung-hitung untuk menambah kegiatan, bukan untukku tapi untuk adekku .  He..he .. 


Ayam tersebut dibeli di pasar hewan Pon, Ambara. Sekitar 12 ekor kalau tidak salah. Karena posisiku masih kuliah di Bogor, aku tidak terlalu banyak melihat perkembangannya (cielah kaya anak aja). Dan kalau ga salah di hari Lebaran, ehm ayam tersebut sudah cukup dewasa untuk dikurbankan (huhu agak sedih sih). 

Sekarang ayamku tinggal Satu Pasang Pasutri (duh tapi ga kunjung mengerami juga wkwk). Satu ekor betina yg namanya Saiko (ya memang seperti yang kamu pikirkan dia memang phsycho alias tingkahnya rada-rada dari kecil). Dan yang terakhir tambahan si Minul kecil. 

Minul ini unyu sekali. Dia adalah ayam broiler. Tahu kan ayam broiler yg pada mulanya dibeli karena diwarnai dengan berbagai warna oleh penjualnya. Yang sebenarnya merupakan ayam DOC (day old chick) afkir. Bisa jadi karena diprediksi perkembangannya buruk, tidak sesuai standar, atau karena stok DOC yg berlebihan atau mungkin alasan lainnya. 

Pada perkembangannya Minul tumbuh menjadi ayam kecil yang warna bulunya kembali seperti semula. Putih, bersih, tak sembarang bersih. Jadikan yang putih tetap putih. (Loh kok kaya narasi iklan sih hehe). 

Meski aku dokhe, emang ga jamin juga sih, kelakuan ayamku aneh-aneh. Malah karena dokhe jadi aneh kali ya? Haha.. 

Ayam Pasutri tidak kunjung bertelur dan mengeram sehingga berkembang biak. Meski setiap hari mereka ditempatkan di kandang yang sama. 

Si Saiko juga sangat aneh kelakuannya. Dari kecil dia ini berbeda dari saudara-saudaranya. Dia kelakuannya aneh. Dan tentu tidak bisa disatukan dengan saudara-saudaranya yang lain. Berdasarkan Ilmu Perilaku Hewan yang aku pelajari, si Saiko ini memang memiliki kelainan dari kecil. Suka mematuk-matuk. Hal tersebut bisa karena trauma, kekurangan nutrisi, atau memang takdir aja kali ya hehe.. (Wkwk ngasal nih). Tapi hebatnya sejak Saiko dewasa, dia hampir bertelur setiap hari. Tau lah ya kalau telur ayam Kampung yang kecil itu sangaaatlah nikmat. Jadi kadang rebutan hihihi.. 

Dan yang terakhir si Minul yang kalau bisa dibilang mirip kucing. Dia mungkin usianya sudah hampir dua bulan. Tapi badannya masih segitu-segitu saja. Padahal nih ya, kalau seusianya dia sebagai ayam broiler sejati sudah dari kapan taun tersaji di piring kalian masing-masing. Hihi.. 

Minul yang jalannya tinal-tinul, suka sekali ngikutin orang yang berjalan di depannya. Bahkan nih ya, walaupun kebiasaan orang di desa itu melepas liarkan ayam-ayamnya, gak bakal dibiarkan masuk ke dalam rumah, sekalipun rumah pemiliknya. Tapi beda sama Minul, aku suka ga tega kalau mau ngusir dia. Bahkan aku biarkan sesaat dia mondar-mandir di rumah. Pengen kudusel-dusel juga, tapi Minul ayam jadi teriak-teriak malah wkwkw. 



Bukan Minul


Akan tetapi, sekeluarga ga akan biarkan Minul lama-lama di dalam rumah. Jadinya.. syahhhh .. syaaahh.

Bye bye Minul, 










Reading Time:

Selasa, Agustus 24, 2021

Mengubah Perspektif
Agustus 24, 20210 Comments

 The events of life rejoining and culminating into a point of life, 

 Particularly leaving lessons

to be able to withstand in every conditions, 

to see clearly the greater plan, 

to understand that I am both the architect and tenant of my destruction and rebirth


Menjalani sebuah kehidupan dengan percaya bahwa setiap hari adalah sebuah kesempatan baru, sebuah lembaran yang mungkin berbeda dengan hari yang sudah lalu. 

Menjalani sebuah kehidupan berarti menyadari diri bahwa kita merupakan kumpulan berjuta-juta sel yang memiliki nyawa. Memiliki tugas masing-masing. Namun, terkadang memiliki sebuah hal yang sebenarnya bukan untuk diri sendiri. Melainkan ditakdirkan untuk orang lain. Terkadang dibawa ke atas, turun sebentar, atau tiba-tiba ke atas lalu ke bawah lagi. Terkadang sedih, senang, tawa, duka, lara, bahagia. Pada akhirnya kita pulalah yang akan bertanggung jawab terhadap jiwa masing-masing. Kembali seperti saat kita belum memiliki apa-apa.


Saat dilanda kesusahan, kita dituntut untuk tetap bangkit. Memaksa diri untuk tetap tegar, meski itu tidak dapat terjadi secara sekejap. Ada yang bernama harapan. Berharap jika akan ada kehidupan yang lebih baik setelah mencoba lebih baik lagi. Berharap kepada Yang Maha Besar bahwa penghambaannya dapat diterima. 

Seperti sebuah senja yang segera berganti malam. Mengubah  sesuatu yang saat ini kita sendiri belum yakin adalah sebuah usaha yang melelahkan. Kita semua tahu bahwa untuk mencapai kebahagiaan sebenarnya tidaklah sulit. Dulu pun, saat kita kecil sangat bahagia sekali ketika pertama kali akhirnya bisa mengendarai sepeda. Mungkin setelah terjatuh dan luka di badan. Kita pun sangat bahagia tatkala tahu bahwa besok akan diajak pergi bertamasya. Kita pun berharap di hari penerimaan raport saat kita sudah yakin akan mendapatkan nilai yang baik, orang tua kita akan memberikan kado. 





Sebuah perspektif. 


Bukan sedih karena tidak dapat mengejar impian. Tapi sebaliknya, mungkin lebih baik redaksi pikiran yang berkecamuk diganti dengan betapa senangnya masih diberi kesempatan untuk berkumpul keluarga. Akan ada rencana-rencana yang lebih indah, yang telah direncanakan-Nya. 

Bukan sedih ketika tidak dapat memiliki mobil dan rumah mewah. Tapi senang karena dapat makan dengan cukup, tidur tanpa takut ada yang mengusir, bangun tanpa melihat selang bergelantungan, serta masih dapat melihat dan berjalan dengan baik. 



Begitulah kiranya, permainan demi permainan yang perlu kita menangkan. Mendamaikan pikiran diri sendiri.    Tentang bagaimana diri menempatkan suatu keadaan menjadi lebih baik dari yang ada. Menempatkan diri menjadi makhluk yang penuh rasa syukur. Menggeluti pikiran dengan ketenangan dan kedamaian di tengah dunia yang penuh permainan ini. 


Akan ada hari dimana kita benar-benar merasakan jerih payah yang selama ini kita lakukan, dengan melihat senyuman orang-orang yang selama ini telah membersamai kita, dengan orang-orang yang selama ini kita berbagi. 


Reading Time:
Mencintai Bahasa seperti Diri Sendiri
Agustus 24, 20210 Comments


Pernah tidak sih kalian bingung dalam menggunakan di sebagai kata depan dengan di sebagai imbuhan?
Seperti di sini atau disini?

Bulan Agustus masih belum berakhir.. itu artinya masih ada kesempatan buatku ngungkapin hal yang selama ini, eh... kupendam hehe

Aku adalah seseorang yang dilahirkan di Tanah Jawa. Bagiku dan semua keluarga serta tetanggaku, bahasa Jawa telah melekat sedari lahir. Namun demikian tidak membuat kami benar-benar menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari. Secara tidak sadar kami menggunakan dua bahasa sekaligus, yakni Bahasa Jawa dan Bahasa Indonesia. Bahasa Jawa lebih sering kami gunakan sebagai komunikasi sehari-hari, sedangkan Bahasa Indonesia merupakan bahasa pengantar yang digunakan di sekolah-sekolah, kantor, maupun media masa. 

Dan aku secara sadar telah mencintai kedua bahasa tersebut. 


Siapa bilang pandai dalam berbahasa asing tidak keren? Aku sangat setuju kalau bisa dengan baik menggunakan berbagai bahasa adalah suatu kebanggaan tersendiri. Namun, tidak keren menurutku apabila penggunannya tidak disesuaikan dengan baik. 

Dewasa ini banyak kita temukan fenomena 'Nginggris' yang ternyata secara tidak sadar kita pun telah terjerumus ke dalamnya. Meski aku pun tidak mengerti semua padanan Indonesia yang baik sih. Hehe. Jadi fenomena tersebut menurutku terjadi karena kita sendirilah yang membuatnya demikian. Bagaimana tidak, kita sendiri saja sebagai penutur aslinya tidak mulai menerapkan menggunakan padanan kata dengan baik dan benar. Kita lebih paham makna download, online, offline, dan sebaliknya lebih asing dengan istilah mengunduh, daring, luring, dan sebagainya. 

Karena aku sudah terlanjur bilang, aku cinta Bahasa Indonesia, mau tidak mau aku harus terus menggunakan bahasa tersebut dengan baik dan benar. He.. he.. kalau tidak kita sendiri, siapa lagi kan?

Ngomong-ngomong, masih bisa santai kok nggunain Bahasa Indonesianya, ngga membuat Bahasa Indonesia menjadi terlalu kaku. Ya kan?!

Selain itu, aku pun juga mencintai Bahasa Jawa, eh meski aku tidak pandai menempatkan diri dalam menggunakan bahasa Jawa ngoko, kromo inggil, kromo alus hehe. Tapi yang pasti, aku bangga dengan Jawa dan budayanya. Karena banyak sekali bahasa Jawa walaupun ngoko, aku masih kurang paham. Dimaklumi kan ya, karena aku lama berada di Tanah Sunda (Tapi ngga pandai bahasa Sunda huhu). Jadi, aku yakin dan tetap bangga kalau suatu saat nanti mengajarkan anak cucuku menggunakan bahasa Jawa. Tidak apa-apa sedikit terlambat dalam penggunaan bahasa asing, karena sebenarnya penanaman jati diri seseorang dimulai sejak dini, bukan? hehe
Reading Time:

@way2themes