Feni, Mba Fen, Mba Pen, Feenii, Pen, Pencay, atau Wati. Itulah namaku.
18 tahun yang lalu aku telah dilahirkan di dunia ini. Dulu aku dapat cerita kalau hari lahirku yang pada saat bulan Ramadhan sangatlah penuh cerita. Tidak jauh sebelum kelahiranku, ada orang menggantung di desaku. Yang namanya zaman dahulu, maka orang pun percaya kalau keluar malam akan berbahaya setelah ada kabar kematian itu. Lantas tengah malam ada pertanda kalau aku ingin segera keluar dari perut ibuku dan pergi ke dunia. Akan tetapi tidak ada orang yang berani untuk pergi menemui ke dukun bayi*. Lantas aku bagaimana keluarnya?
Katanya sih aku keluar sendiri tanpa bantuan siapa-siapa?
Ha..ha.. ya enggalah. Masa aku merangkak sendirian dari perut ibuku? pastilah aku dibantu. Bagaimana juga anak bayi baru lahir terus bisa bersihin darah sendiri, bisa jalan sendiri. Kan malah ngeri.
Seperti itulah kehidupanku. Seperti sekarang ini. Aku masih tidak bisa ngebayangin kenapa aku bisa masuk IPB jurusan FKH padahal banyak dari teman-temanku yang jauh di atasku belum masuk ke universitas dengan nilai raport. Mungkin itu belum rezekinya atau masih ada jalan buat meeka. Akan tetapi setelah itu aku dapet rintangan kalau nantinya aku bisa diancam dikeluarin kalau misalnya nilaiku di raport yang bekas dicoret terus di tip-ex ngga bersih ngga bisa dibuktiin keabsahannya dengan buku induk. Sudah sewajarnya di posisi itu hatiku engga tenang. Tapi alhamdulillah, bekat wali kelas dan guru2 yang lain, masalah itu beres.
Ceritaku sebelum masuk ke Sampoerna Academy yang ada di Bogor pun tidak jauh beda dengan bagiamana aku harus berjuang untuk masuk sekolah tersebut. Pada awalnya aku ga paham kalau tetangga aku yang juga kakak kelas smp-ku sekolah di sana. Bapakku sering cerita kalau dia ketrima di sana tapi aku ngga ada pikiran untuk tanya ke dia. Tapi ternyata guruku menawarkan hal yang sama kepadaku, yaitu untuk mendaftar ke Sampoerna. Tak disangka hari aku tahu tidak jauh dai deadline pengumpulan formulir aplikasi.
Nah, disitu aku melakukan banyak kesalahan dengan menunda mengisi formulir yang harusnya cepat dikumpulkan. Pantaslah waktu itu aku sering kena marah. Enaknya, banyak urusan yang seharusnya aku selesaikan sendiri dibantu oleh beberapa guruku.
Alhamdulillah, ternyata aku berhasil lolos di tahap satu. Guruku pun ikut senang sampai-sampai beliau datang ke rumahku untuk memberikan kabar gembira itu. Maklum, pengumuman seleksi di internet dan aku pun memiliki koneksi terbatas.
Untuk selanjutnya yaitu tes wawancara. Aku harus berangka ke Bogor demi menyelesaikan tahap selanjutnya. Di sini aku mendapat bantuan uang dari beberapa guru ku. Di sini pun aku merasakan semangat agar aku tidak boleh gagal di tes wawancara tersebut.
Kembali lagi ke cerita masuk kuliah. Sekolahku masih baru. Aku merupakan angkatan kedua. Harapan untuk diterima di SNMPTN undangan sangatlah tipis. Bahkan sering kami menjadikan jalur ini sebagai bonus. Efeknya, kami harus belajar mati-matian untuk diterima di jalur tulis. Setelah pengumuman, kami semua terkejut sekaligus bersyukur karena sekolah kami mendapatkan jumlah yang lumayan bagi peserta yang lolos SNMPTN. Selain itu ada juga temenku yang diterima di NYC Beijing. Luar biasa.
Hal itu tidak dapat terjadi tanpa bantuan Allah SWT. Ditambah lagi prestasi kakak-kakak kelas yang sangat membantu menambah kepercayaan universitas terhadap sekolahku. Satu hal baik yang harus aku tahu, bahwa ini merupakan jalan terbaik yang Allah berikan untukku.
Terimakasih atas doa dan dukungannya kepadaku my lovely father, mother, sisters, brother, families, teachers, and my friends. Alhamdulillahirabbil'alamin.
Jadi pas aku ngga semangat waktu berada di tengah-tengah, "Whenever you feel like giving up, remember why you set this goal in the first place."