#1
Sulit.
Julid.
Kulit.
Berbelit-belit.
Ah, nanti saja ngelakuinnya, toh masih belum deadline ini?
Dan akhirnya akan pusing sendiri pas mepet deadline.
#2
Suatu sore di sebuah tempat
ramai. Pedagang baslok kembali lagi ke tempat ia selalu berjualan. Tidak ada
kios, tidak ada terpal, melainkan hanya gerobak beserta payungnya. Oiya ditambah
lagi satu kursi tempat ia duduk sepanjang hari. Basloknya lumayan enak. Beliau juga
ramah. Sebagai pembeli aku pun hanya mampu mampir ke lapaknya beberapa kali. Namun,
setiap kali kesana aku merasakan ada banyak cerita yang ia simpan. Keriput di
wajahnya membuatnya tetap terlihat lemah, walau aku tahu beliau berusaha tetap
menjadi gagah. Kelembutannya dalam melayani pembeli memperlihatkan bahwa ia
nampak dipenuhi kasih sayang merawat anak-anaknya di rumah. Di sela waktunya
menunggu pembeli, dibacanya sebuah Koran. Terkadang diselingi dengan secangkir
kopi. Tak jarang pula dengan pelan memainkan gawai di tangannya. Benar, beliau
memang penuh cerita, meski tak langsung menceritakan.
#3
Waktu itu, aku pernah berpikir mengenai arti perjuangan. Aku
mempertanyakannya, bukan karena lelah. Tapi lebih karena tidak sabar. Dan sepertinya
ketidaksabaran akan sesuatu banyak dampaknya.
Banyak yang menjawab bahwa sesuatu memang ada yang tidak
layak untuk terus diperjuangkan. Bukan berarti tidak pernah mencobanya dulu. Walau
dengan belajar dari pengalaman yang sudah-sudah menurutku sudah bisa untuk
memutuskan untuk membuat keputusan itu, memperjuangkannya dengan maksimal atau
meninggalkannya. Tergantung kondisi. Berjuang itu pahit di awal, tapi manis
pada akhirnya.
#4
Kisah cinta di usia 20an. Bukan hanya
perasaan suka yang mestinya dicari. Tapi aku sedikit belajar bahwa semuanya
memang mengarah ke jenjang yang serius. Meskipun pada awalnya tidak tahu bahwa
orang tersebut adalah yang akan menemani sisa hidup kita ataupun bukan.
Memikirkannya matang-matang
membuat sebuah awalan yang baik untuk menjalin hubungan yang sehat. Ada saatnya
kita bersenang-senang seperti anak kecil, ada saatnya pula kita harus mencari value yang harus kita pegang sebagai pengembang
diri.
Banyak pasangan yang tetap
menjalin komunikasi yang baik dengan pasangannya, tetapi tetap melejit dengan
kariernya masing-masing. Ia tetap mempertajam skillnya dan terus menggeluti
hobinya tanpa hanya bersenang-senang memikirkan perihal percintaannya saja. Mereka
saling menguatkan untuk melatih diri masing-masing. Jika waktunya bertemu, ya
bertemu saja. Aku suka yang seperti itu. Ya, berat sih untuk menjalankannya,
kata mereka yang mengalaminya. Cuman, mereka merasakan kedewasaan tumbuh di
antara mereka berdua.
#5
Perasaan itu bisa tumbuh.
Aku percaya bahwa perasaan itu
bisa tumbuh, seperti aku percaya pada orang-orang yang menikah dengan jalan ta’aruf.
Seperti orang yang menikah setelah kenal beberapa bulan saja.
Pada mulanya, aku tidak terlalu
percaya bahwa perasaan bisa tumbuh. Saat
itu, aku mengenalnya sebagai orang yang biasa dan berbicara sebagai orang yang
biasa. Dan selalu menganggap apa yang kulakukan padanya dan sebaliknya sebagai
suatu yang biasa. Melihatnya berjalan sendirian di tempat yang sepi juga
sebagai sesuatu yang biasa. Dan memang
tetap biasa aja.
Hal itu baru disadari setelah
perasaan itu tumbuh, ternayata aku sebegitu tidak menyadarinya. Pertemanan menjadikan
simpati dapat datang ke sesama. Bahkan pertemanan pula dapat menjadikan emosi
kita semakin terlatih, baik untuk selalu bersama, berdebat, makan bareng,
kumpul bareng, jalan bareng. Semua menjadi tidak biasa. Dan menjadi lebih luar
biasa lagi jika hal-hal yang biasa kita lakukan bersama teman tidak lagi kita
lakukan.
Sekali lagi perasaan itu bisa
tumbuh.
Kita harus lebih berhati-hati
lagi. Jika yang tumbuh adalah perasaan sayang, maka baguslah demikian. Tapi jika
sebaliknya, perasaan benci yang tumbuh maka patut diwaspadai, bisa-bisa
kebencian membuat semua tindakan yang baikpun ikut menjadi buruk.
Lalu tentang dirimu, hanya dirimu
bukan mereka
Aku bahkan lupa siapa dulu saat
kusakit siapa yang membelikan makanan itu kamu atau yang lain. Karena aku menganggapnya biasa,
hingga aku takut hanya mengaitkannya bahwa itu kamu, padahal orang lain. Seperti
itulah, semua akan dianggap spesial jika perasaan itu telah tumbuh.
Perasaan itu bisa tumbuh. Hanya saja dalam
menjalaninya, kadang layu, kadang menguning, kadang bisa tumbuh, atau bila lupa
memupuk lama-lama akan mati secara perlahan Tentu aku masih tidak memahaminya
bahwa perasaan bisa tumbuh. Setidaknya, aku sadar bahwa sebuah alasan pun
bahkan aku tidak dapat benar-benar menjelaskannya dengan baik. Alasannya adalah
tanpa alasan.